Trump Keluar Perjanjian Paris, Pertamina akan Agresif Eksplorasi Minyak

PT Pertamina Hulu Energi berencana melakukan pengeboran eksplorasi yang agresif untuk mendukung visi Indonesia Emas 2045.

Trump Keluar Perjanjian Paris, Pertamina akan Agresif Eksplorasi Minyak

PT Pertamina Hulu Energi atau PHE berencana melakukan pengeboran eksplorasi yang agresif setelah keluarnya Amerika Serikat dari Perjanjian Paris. Hal ini dilakukan untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.

Direktur Eksplorasi PHE Muharram Jaya Panguriseng, mengakui pihaknya telah menyetujui rencana tersebut sejak negara-negara pencetus Perjanjian Paris mencederai prinsip protokol itu. Mereka masih agresif melakukan pengeboran minyak bumi saat ini.

"Saya kira tidak adil bagi kita kalau kita ikut Perjanjian Paris, sedangkan negara-negara besar saja masih melakukan pengeboran. Kalau kita ingin menuju Indonesia Emas 2045, tidak ada cara lain, yakni cari sumber energi baru nonstop," kata Muharram di Bali, Selasa (11/2).

Muharram memproyeksikan volume produksi energi mencapai 400 juta ton setara minyak pada tahun ini. Namun, mayoritas atau 77% dari produksi energi tersebut berupa minyak, gas, dan batu bara.

Angka ini diperkirakan mencapai 1 miliar ton setara minyak pada 2060. Adapun persentase energi terbarukan diramalkan naik menjadi 31% atau 310 juta ton setara minyak.

Muharram mengakui, persentase energi fosil dalam bauran energi akan berkurang setiap tahunnya. Namun, ia menekankan produksi energi fosil akan terus tumbuh lantaran masih menjadi penopang utama ketahanan energi di dalam negeri.

Dalam paparannya, persentase energi fosil dalam bauran energi nasional diperkirakan susut dari 88% pada 2022 menjadi 77% pada tahun ini. Adapun pada periode yang sama, volume energi fosil naik 184,29% dari 108,34 juta ton setara minyak pada 2022 menjadi 308 juta ton setara minyak.Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, pembangkit EBT sangat diperlukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil, Indonesia juga memerlukan energi yang cukup dan stabil pertumbuhannya setiap tahun. Energi fosil yang menopang pembangkit di Indonesia tidak akan cukup jika tidak diiringi dengan peningkatan pembangkit EBT.

Berdasarkan perhitungan CORE Indonesia menggunakan metode konservatif, batu bara akan habis dalam 28 tahun ke depan. Minyak bumi akan habis dalam 21 tahun dan gas alam habis dalam 19 tahun.

Jika menggunakan skenario moderat, beberapa bahan bakar fosil akan habis dengan lebih cepat seperti batu bara 21 tahun, gas alam 13 tahun, dan minyak bumi 14 tahun. Sedangkan jika menggunakan skenario agresif, bahan bakar fosil akan habis sebelum 20 tahun."Berarti kalau kita kaitkan dengan (Indonesia Emas) 2045, kita harus memikirkan energi fosil yang akan habis. Kalau kita sudah kehabisan energi, kehabisan bensin sebelum sampai 2045," ujar Faisal dalam diskusi publik "Energi Baru dan Terbarukan: Pendorong atau Penghambat Pertumbuhan Ekonomi?", di Jakarta, Rabu (18/12).

Reporter: Andi M. Arief