Ulang Tahun ke-78 HMI: Menapaki Jalan Menuju Indonesia Emas 2045
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Bayangkan suatu pagi pada 2045. Indonesia sedang merayakan 100 tahun kemerdekaannya. Namun, pertanyaannya: Apakah kita sudah menjadi negara maju? Atau justru masih terjebak dalam middle-income trap, tertinggal dari...
Oleh : Bagas Kurniawan, Ketua Umum HMI
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Bayangkan suatu pagi pada 2045. Indonesia sedang merayakan 100 tahun kemerdekaannya. Namun, pertanyaannya: Apakah kita sudah menjadi negara maju? Atau justru masih terjebak dalam middle-income trap, tertinggal dari negara-negara lain?
Pertanyaan besar ini patut kita jawab sejak sekarang, sebab 20 tahun ke depan bukanlah waktu yang lama dalam perencanaan pembangunan.
Jika pada 2045 kita sungguh ingin berjaya, maka persoalan kemiskinan, kesenjangan, dan mutu pendidikan harus segera dituntaskan. Meskipun sudah ada upaya untuk menekan kemiskinan dan meningkatkan pemerataan, realitas di lapangan masih menunjukkan banyak tantangan.
Di tengah transformasi ini, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang kini telah berusia 78 tahun mengingatkan kita akan perjalanan panjang dan perjuangan yang telah dilalui sejak berdiri pada 1947.
Sebagai organisasi yang telah mengukir sejarah dengan nilai keislaman dan keindonesiaan, HMI telah menjadi motor perubahan di berbagai lini kehidupan bangsa.
Momen ulang tahun yang ke-78 merupakan simbol komitmen dan keberlanjutan semangat perjuangan untuk menghasilkan kader-kader yang berintegritas dan mampu menjawab tantangan zaman.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin Indonesia per September 2024 masih berada di angka 8,57 persen. Meskipun ini merupakan perbaikan dibandingkan beberapa tahun lalu, kondisi tersebut tetap menandakan bahwa segmen masyarakat berpenghasilan rendah belum sepenuhnya terentaskan.
Selama ini, bantuan sosial (bansos) telah menjadi instrumen utama untuk mengatasi permasalahan ekonomi mendesak.
Namun, menurut Barrientos (2019), efektivitas bansos akan jauh lebih tinggi bila disinergikan dengan program pemberdayaan ekonomi—misalnya, melalui pelatihan keterampilan dan akses permodalan—agar penerima manfaat dapat mandiri. Tanpa langkah tersebut, bantuan sosial cenderung menimbulkan ketergantungan yang berkepanjangan.
BACA JUGA:
Masalah lainnya adalah dominasi sektor informal dalam penyediaan lapangan kerja. Banyak pekerja di sektor ini tidak memiliki jaminan sosial atau kepastian penghasilan, sehingga mereka sangat rentan jatuh ke dalam kemiskinan ketika terjadi guncangan ekonomi.
Meskipun telah dirancang beberapa program untuk memperluas perlindungan bagi pekerja informal, kendala teknis dan kurangnya sosialisasi membuat kebijakan tersebut belum berjalan optimal. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka upaya menekan kemiskinan akan terhambat karena sektor informal masih menyumbang porsi besar dari total tenaga kerja nasional.
Loading...