Kewirausahaan Sosial Jawab Tantangan dan Skema Bisnis Berkelanjutan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) menjadi salah satu jawaban untuk membuka jalan  bisnis berkelanjutan. Praktisi Investasi Berdampak dan CEO Bumandhala Impact Fund Fikri Syaryadi mengakui maraknya investasi berdampak,...

Kewirausahaan Sosial Jawab Tantangan dan Skema Bisnis Berkelanjutan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) menjadi salah satu jawaban untuk membuka jalan  bisnis berkelanjutan. Praktisi dan CEO Bumandhala Impact Fund Fikri Syaryadi mengakui maraknya investasi berdampak, membuka peluang tumbuhnya juga di Indonesia.

“Kewirausahaan sosial menggabungkan fundamental pendirian bisnis mulai dari inovasi ide, tata kelola keuangan, hingga produk akhir yang bertujuan mengatasi isu sosial-lingkungan di masyarakat yang terjadi secara struktural maupun kultural,” kata Fikri di acara Dialog PERSpektif: “Mau Untung Sekaligus Selamatkan Bumi. Bisakah Impact Investing Jadi Solusi?” Rabu (5/2/2025).

Ia menjelaskan salah satu tantangan utama pengembangkan kewirausahaan sosial adalah keterbatasan pendanaan. Banyak investor beranggapan model bisnis ini sulit menghasilkan profit dan dampak sosialnya sulit diukur.

Di sinilah investasi berdampak berperan dalam mendukung pertumbuhan kewirausahaan sosial. Investasi ini dapat diterapkan di berbagai sektor seperti agrikultur, kehutanan, pengelolaan limbah, dan perikanan. Mengingat Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia, peluang untuk menerapkan skema investasi berdampak dalam sektor-sektor tersebut sangat besar.

“Kewirausahaan sosial muncul sebagai bentuk inovasi jangka panjang sebagai solusi masalah lingkungan dan sosial, yang berasal dari sektor swasta maupun masyarakat, dengan tujuan untuk kebaikan bersama. Namun, perubahan skala besar dan jangka panjang ini tidak mudah dan tidak murah untuk direalisasikan,” lanjut Fikri.

Untuk mengoptimalkan potensi investasi berdampak di Indonesia, diperlukan infrastruktur dan ekosistem yang mendukung. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan keuangan berkelanjutan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/ SDGs dan transisi menuju Net Zero Emission tahun 2060 melalui Climate Risk Management & Scenario Analysis 2024 sebagai panduan sebagai panduan bagi bank untuk mengidentifikasi peluang dan risiko krisis iklim serta bagaimana menghadapinya.

Prinsip ESG juga telah diadopsi Indonesia Investment Authority sebagai lembaga pengelola investasi di Indonesia untuk memastikan pembangunan berkelanjutan dengan fokus pada 12 area termasuk pengelolaan limbah, emisi sumber energi, dampak ekologis, hingga pelibatan komunitas. Dengan adanya kebijakan yang lebih jelas dan terarah, investasi berdampak diharapkan dapat semakin berkembang dan menarik lebih banyak investor.

Investasi berdampak sering kali dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang dengan imbal hasil yang cenderung lebih lambat dibandingkan investasi konvensional. Ketua Program Studi Sustainable Finance Universitas Islam Internasional Indonesia, Rizky Wisnoentoro, di kesempatan yang sama menyebutnya sebagai ‘pengorbanan’ yang harus dilakukan.

“Sebaiknya selalu diingatkan investasi berdampak memberikan peluang bagi investor untuk membangun reputasi dan kepercayaan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk mitra bisnis, konsumen, dan masyarakat luas dalam mencapai target SDG di Indonesia,” ujar Rizky.

Rizky juga memaparkan pentingnya penentuan target yang tepat dan terukur untuk memastika perubahaan yang diupayakan tepat sasaran dan bisa dipertanggungjawabkan, terutama masyarakat terdampak.

“Sayangnya, ini juga yang menjadi tantangan bagi investor dan pelaku bisnis untuk mengukur apakah perubahan pada indikator tertentu benar-benar diakibatkan oleh investasi atau perusahaan yang terlibat," kata Fikri

Ia menambahkan dengan menentukan target dan skala dari dampak yang ingin dihasilkan, investor dapat mencari “anchor study” untuk menjadi estimasi keuntungan finansial’ dari dampak sosial.

Investasi berdampak telah lama dilakukan beberapa negara di Eropa. Laporan dari Konsorsium Investasi Berdampak Eropa memperkirakan dalam kurun waktu 2022-2024, investasi berdampak pada aset-aset yang tidak terdaftar investor swasta Eropa dan Inggris telah mencapai rekor tertinggi sebesar 190 miliar euro yang sebelumnya berada di angka 80 miliar euro.

Hampir separuh modal mengalir ke luar Inggris dan Eropa. Jika prospeknya terus didalami, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk memimpin pasar impact investing di Asia Tenggara.

Berdasarkan laporan Investing in Women, Indonesia terlibat dalam 20 persen kesepakatan investasi berdampak di Asia Tenggara pada 2020-2022, menurun dari 30 persen pada periode 2017-2019 dengan 90 kesepakatan berdampak.