4 Proses Terjadinya Hujan dalam Siklus Hidrologi
Proses terjadinya hujan melalui tahapan yang panjang. Mulai dari penguapan, kondensasi, pembesaran awan, hingga presipitasi.
Hujan adalah fenomena alam ketika butiran air jatuh dari awan di langit ke permukaan bumi. Fenomena ini sering di temui di kehidupan sehari-hari. Namun, tahukah Anda bagaimana proses terjadinya hujan tersebut?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hujan adalah titik-titik air yang berjatuhan dari udara karena proses pendinginan. Proses ini melibatkan siklus yang panjang, mulai dari penguapan air hingga turunnya air dari awan.
Lantas bagaimana sebenarnya proses terjadinya hujan? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.
Proses Terjadinya Hujan
Dikutip dari dokumen yang dirilis repository UIN Raden Intan Lampung, hujan merupakan bagian dari siklus hidrologi atau siklus air. Ini merupakan gerakan air laut ke udara yang kemudian jatuh ke permukaan tanah dan akhirnya mengalir kembali ke laut.
Proses terjadinya hujan ini melalui berbagai tahapan yang panjang. Mulai dari penguapan, kondensasi, pembesaran awan, hingga presipitasi atau peristiwa turunnya hujan. Berikut penjelasan selengkapnya mengenai proses terjadinya hujan.
1. Penguapan Akibat Sinar Matahari (Evaporasi)
Proses terjadinya hujan yang pertama adalah evaporasi atau penguapan akibat sinar matahari. Adanya proses penyinaran oleh matahari menyebabkan perairan yang ada di bumi, seperti sungai, danau, dan laut, mengalami penguapan.
Selain itu, makhluk hidup yang ada di bumi, seperti manusia, hewan, dan tumbuhan juga mengalami penguapan akibat panas matahari. Hal ini disebabkan karena seluruh makhluk hidup mengandung air.
Diperkirakan setiap detik sekitar 16 juta ton air menguap ke udara, yang setara dengan 513 triliun ton air per tahun. Jumlah ini sama dengan volume air hujan yang jatuh ke bumi dalam setahun.
2. Hasil Penguapan Berubah Jadi Awan (Kondensasi)
Air yang menguap akibat panas matahari akan naik ke udara dan berubah menjadi uap air. Semakin tinggi ketinggian udara, suhu akan semakin rendah. Selain air, asap dari industri dan kendaraan juga terangkat ke udara dan bergabung dengan uap air.
Ketika uap mencapai suhu rendah, ia akan berubah menjadi padat sebelum akhirnya menjadi embun. Embun yang terkumpul ini lalu menjadi tetesan air lebih besar. Tetesan air ini kemudian berkembang menjadi gumpalan awan.
Penelitian menunjukkan bahwa tetesan air pada tahap ini berukuran 5-20 mm, dan jatuh dengan kecepatan 0,01-5 cm/detik. Karena ukuran yang kecil dan aliran udara yang lebih cepat, tetesan ini seringkali tidak jatuh ke bumi.
3. Pembesaran Awan
Dengan bantuan angin, awan-awan kecil yang sebelumnya telah terbentuk akan mulai bertabrakan dan bergabung. Hal ini akan membentuk kumpulan awan yang lebih besar.
Setelah itu, awan akan bergerak naik ke ketinggian lebih tinggi hingga mencapai suhu yang lebih rendah. Awan tersebut semakin gelap, dan dari bawah tampak berwarna kelabu, yang dikenal dengan istilah mendung.
4. Turunnya Hujan (Presipitasi)
Proses terjadinya hujan selanjutnya adalah presipitasi. Saat awan bergerak mengikuti arah angin ke wilayah yang lebih dingin, ia akan terus membesar karena semakin banyak uap air yang bergabung.
Meski begitu, awan ini memiliki kapasitas maksimal dalam menahan uap air. Ketika massa awan sudah terlalu berat, ia akan turun ke bumi dalam bentuk tetesan air, yang kita kenal sebagai hujan.
Jenis-Jenis Hujan
Melansir dari dokumen yang dirilis laman Digilib Universitas Negeri Lampung, Triatmodjo (2008) menjelaskan bahwa hujan terjadi ketika udara lembap yang naik ke atmosfer mengalami pendinginan, menyebabkan proses kondensasi.
Naiknya udara ke atas dapat berlangsung melalui proses siklonik, orografik, atau konvektif. Adapun beberapa jenis hujan berdasarkan cara udara naik ke atmosfer adalah sebagai berikut:
1. Hujan Konvektif
Pada wilayah tropis saat musim kemarau, udara di
permukaan tanah sering kali mengalami pemanasan yang intens.
Pemanasan ini membuat udara lembap menjadi lebih ringan dan
naik ke atmosfer. Ketika udara naik, suhunya menurun, sehingga
terjadi kondensasi yang membentuk
hujan.
Jenis hujan ini dikenal
sebagai hujan konvektif, yang biasanya terjadi secara lokal,
memiliki intensitas tinggi, namun hanya berlangsung dalam waktu
singkat.
2. Hujan Siklonik
Hujan siklonik terbentuk saat massa udara panas yang ringan bertemu dengan massa udara dingin yang lebih berat. Massa udara panas akan terdorong ke atas oleh udara dingin, mengalami pendinginan, lalu terkondensasi menjadi awan hingga menghasilkan hujan.
Hujan ini umumnya memiliki intensitas sedang dan berlangsung lebih lama dibandingkan dengan hujan konvektif.
3. Hujan Orografis
Ketika angin membawa udara lembap dan bertemu dengan pegunungan, udara tersebut terpaksa naik ke atas. Saat udara naik, suhunya menjadi lebih rendah, terjadi kondensasi, lalu terbentuklah awan dan hujan.
Sisi pegunungan yang menghadap angin biasanya menerima curah hujan yang tinggi, sementara sisi yang berlawanan (disebut bayangan hujan) cenderung lebih kering. Hujan orografis sering terjadi di daerah pegunungan dan berperan penting sebagai sumber air untuk tanah, danau, bendungan, serta sungai.