Ahli Kebencanaan Ungkap Risiko Efisiensi Anggaran Sistem Peringatan Dini Gempa dan Tsunami

Komisi V DPR mendukung BMKG mempertahankan anggaran peringatan dini cuaca, gempa, dan tsunami, di tengah kebijakan efisiensi anggaran.

Ahli Kebencanaan Ungkap Risiko Efisiensi Anggaran Sistem Peringatan Dini Gempa dan Tsunami

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau adalah salah satu lembaga pemerintah yang terkena melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025. Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR pada Kamis, 6 Februari 2025, terungkap anggaran BMKG dipangkas sebesar 50,35 persen, dari semula Rp 2,826 triliun menjadi Rp 1,423 triliun.

Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG Muslihhuddin mengatakan pihaknya mengajukan dispensasi anggaran karena efisiensi anggaran ini dikhawatirkan berdampak pada banyak Alat Operasional Utama (Aloptama) yang terancam mati karena kemampuan untuk pemeliharaan berkurang hingga sebesar 71 persen. Akibatnya, kata dia, observasi dan kemampuan mendeteksi dinamika cuaca, iklim, kualitas udara, gempa bumi, dan tsunami juga terganggu.

Dia mencontohkan hampir 600 alat sensor untuk pemantauan gempa bumi dan juga tsunami yang tersebar di seluruh Indonesia. Mayoritas kondisinya saat ini, kata dia, sudah melampaui usia kelayakan. Kemampuan pemeliharaan eksisting yang dikurangi hingga 71 persen dikhawatirkan bakal menurunkan kecepatan informasi peringatan dini tsunami dari 3 menit menjadi 5 menit atau lebih.

Akibatnya, jangkauan penyebarluasan informasi gempa dan tsunami juga bakal menurun 70 persen. “Ketepatan akurasi informasi cuaca, iklim, gempa bumi dan tsunami menurun dari 90 persen menjadi 60 persen,” kata Muslihhuddin seperti dikutip dari Antara. 

Ahli: Efisiensi Anggaran Sistem Gempa Pengaruhi Pandangan Global pada Indonesia

Mengenai hal tersebut, sejumlah ahli bidang kebencanaan mengingatkan pemerintah harus mempertimbangkan risiko hilangnya kepercayaan global pada Indonesia jika anggaran sistem monitoring dan peringatan dini gempa bumi serta tsunami dipangkas atau jadi sasaran efisiensi.

Ketua Umum Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) Harkunti Pertiwi Rahayu mengatakan bahwa sistem monitoring dan peringatan dini gempa bumi serta tsunami milik Indonesia (InaTEWS) memegang peranan penting dalam mitigasi risiko bencana nasional dan juga kawasan, bahkan menjadi andalan bagi 28 negara di Samudera Hindia.

Sistem InaTEWS yang berada di bawah pengelolaan BMKG tersebut pertama kali dikembangkan setelah tsunami Aceh 2004, dan kini telah dilengkapi dengan teknologi canggih berbasis sensor, kecerdasan buatan (AI), dan big data. Sistem ini dipercaya oleh berbagai negara seperti Jepang, Seychelles, Bangladesh, India, Maroko, Australia dan China.

“Sangat dimengerti upaya pemerintah untuk pemangkasan dana karena beberapa pertimbangan efisiensi. Hanya, sayangnya, perlu prioritas terutama untuk sektor terkait kebencanaan, terutama operasional monitoring dan peringatan dini gempa tsunami ini,” kata Harkunti di Jakarta pada Selasa, 11 Februari 2025.

Peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengatakan pemotongan dana dikhawatirkan berdampak pada operasional dan berpotensi menghambat kinerja sistem ini. “Kepercayaan 28 negara kepada Indonesia bisa hilang jika sistem tidak bisa berjalan optimal karena pemangkasan anggaran atas nama efisiensi,” ujarnya.

Dia menambahkan membangun kepercayaan global, terutama dalam dunia kebencanaan, bukan hal mudah. Indonesia selama ini telah menjadi pelopor dalam mitigasi bencana, dan keputusan memangkas anggaran bisa berdampak buruk pada citra serta kesiapsiagaan negara.

Harkunti juga menyoroti pentingnya perawatan dan keberlanjutan operasional peralatan InaTEWS. “Peralatan ini tidak bisa dibiarkan menganggur, karena jika tidak dioperasikan dan dirawat secara berkelanjutan, maka akan rusak,” katanya.

Untuk itu, dia mengingatkan kembali tragedi tsunami Aceh 2004 yang menewaskan 170 ribu orang di Indonesia dan 50 ribu lainnya di negara-negara sekitar Samudera Hindia akibat ketiadaan sistem peringatan dini saat itu. Sebagai negara yang berada di Lingkar Cincin Api Pasifik dan rawan bencana geologi, Indonesia sangat bergantung pada peralatan deteksi dan monitoring yang telah dibangun. 

Di sisi lain, kata dia, mengandalkan dana dari lembaga internasional atau filantropi untuk menutupi biaya operasional bukan solusi jangka pendek yang bisa diandalkan secara tiba-tiba. “Dan satu hal lagi, dana untuk respons bencana juga tidak boleh dipangkas. Kita tidak pernah tahu kapan dan seberapa besar bencana akan terjadi di 2025. Jadi perlu pengecualian dalam bidang ini,” kata dia menegaskan.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati: Anggaran Pengelolaan Gempa dan Tsunami Dipertahankan

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan anggaran berkaitan dengan pengelolaan gempa dan tsunami tetap dipertahankan di tengah adanya kebijakan efisiensi anggaran. “Di sini, dalam poin pengelolaan gempa bumi dan tsunami Rp 41,9 miliar, di situ tetap dipertahankan, termasuk kegiatan sekolah lapang gempa bumi,” kata dia dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR selaku mitra kerja BMKG di Jakarta pada Rabu, 12 Februari 2025.

Dwikorita menyebutkan anggaran pelayanan publik lainnya juga dipertahankan, seperti layanan informasi iklim terapan BMKG yang mencapai Rp 70.800.000. Dia juga menegaskan efisiensi anggaran di BMKG tidak berdampak pada gaji serta tunjangan kinerja. Anggaran itu tetap sesuai dengan pagu awal, yakni sebesar Rp 847.243.319.

DIPA atau rincian anggaran belanja BMKG pada tahun anggaran 2025 sebesar Rp 2.826.897.302.000. Dengan adanya kebijakan efisiensi, ditargetkan pemotongan sebesar Rp 1.423.397.000.000. Dengan demikian, pagu anggaran BMKG setelah efisiensi sebesar Rp 1.403.500.302.000.

Sebelumnya, pada Selasa, 11 Februari 2025, Dwikorita mengatakan dalam rapat bersama Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terdapat rekonstruksi efisiensi sehingga pagu anggaran BMKG bisa menjadi Rp 1,78 triliun.

Dia mengatakan hal tersebut akan dibahas kembali secara mendetail bersama Komisi V DPR dalam rapat berikutnya. Dia berharap, dengan dukungan Komisi V DPR, rekonstruksi akan segera disahkan secara hukum. “Semoga saja dengan dukungan Bapak/Ibu (Komisi V DPR), rekonstruksi itu akan segera disahkan secara hukum dan bahkan ditambah,” ujarnya.

DPR: Anggaran Sistem Peringatan Dini Harus Dipertahankan

Komisi V DPR mendukung BMKG dalam mempertahankan anggaran pengelolaan hingga peringatan dini cuaca, gempa, dan tsunami, di tengah kebijakan efisiensi anggaran. “Terkait dengan perawatan early warning system, misalnya, kemudian hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan publik, pelayanan publik, informasi cuaca, peringatan dini itu memang tidak boleh disentuh,” ujar Ketua Komisi V DPR Lasarus dalam rapat kerja bersama sejumlah mitra, seperti BMKG, dalam rangka membahas seputar efisiensi anggaran, Rabu, 12 Februari 2025.

Menurut dia, anggaran berkaitan dengan hal-hal tersebut di BMKG harus dipertahankan demi memastikan keselamatan masyarakat Indonesia dari dampak bencana ataupun cuaca ekstrem. 

“Dengan demikian, BMKG ini tetap dapat memberikan informasi-informasi penting dalam rangka keselamatan kita semua manakala terjadi bencana dan seterusnya, peringatan cuaca dan seterusnya,” ujar dia.

Istana Bantah Anggaran BMKG Dipangkas 50 Persen

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi membantah anggaran BMKG terkena pemangkasan hingga 50 persen. “Tidak benar anggaran BMKG terkena efisiensi sebesar 50 persen. Silahkan cek lagi ke BMKG untuk data terbaru,” kata Hasan Nasbi dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan pada Selasa, 11 Februari 2025. 

Hasan mengatakan ada empat kriteria yang tidak terkena efisiensi, yakni gaji pegawai, layanan dasar prioritas pegawai, layanan Publik, dan bantuan sosial. “Jadi mitigasi bencana merupakan layanan publik yang dipastikan optimal,” ujarnya.

“Efisiensi yang sesuai arahan Presiden Prabowo adalah menghilangkan lemak-lemak dalam belanja APBN kita, tapi tidak mengurangi otot. Tenaga pemerintah dan kemampuan pemerintah tidak akan berkurang karena pengurangan lemak ini,” kata dia menambahkan.

Eka Yudha Saputra dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: