BCA masih mencermati efek kebijakan DHE terhadap likuiditas valas
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja menyatakan masih mencermati efek kebijakan terbaru ...
Ini kan masih peraturan baru, masih harus kami amati. Seberapa besar dampaknya kami masih belum tahu. Nanti kita lihat akhir tahun 2025.
Jakarta (ANTARA) - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja menyatakan masih mencermati efek kebijakan terbaru devisa hasil ekspor (DHE) terhadap likuiditas valuta asing (valas) bank.
Pemerintah mengatur ketentuan baru yang mewajibkan eksportir menyimpan 100 persen DHE sumber daya alam (SDA) di dalam negeri minimal selama satu tahun, berbeda dari sebelumnya yang paling sedikit sebesar 30 persen selama tiga bulan.
Jahja dalam pernyataan, di Jakarta, Kamis, melihat eksportir perlu menyesuaikan kembali pengelolaan keuangan mereka seiring dengan implementasi kebijakan tersebut.
Pasalnya, hasil ekspor seharusnya menjadi modal bagi mereka untuk membiayai kebutuhan operasional, seperti pembelian bahan baku, gaji pegawai, dan lainnya.
Bagi eksportir yang separuh dari penjualannya menyasar pasar lokal, kata Jahja, kemungkinan masih mempunyai sumber lain yang bisa menjadi modal untuk operasional mereka.
Sementara untuk eksportir yang sepenuhnya berorientasi ekspor, mereka perlu menyusun strategi untuk bisa meneruskan bisnis mereka.
“Apakah mereka harus menggunakan skema back-to-back financing, menjaminkan DHE-nya untuk menarik pinjaman? Nah, ini menjadi catatan saya,” katanya lagi.
Maka dari itu, Jahja masih belum bisa memproyeksi bagaimana efek kebijakan DHE terhadap likuiditas valas BCA.
“Ini kan masih peraturan baru, masih harus kami amati. Seberapa besar dampaknya kami masih belum tahu. Nanti kita lihat akhir tahun 2025,” ujarnya pula.
Presiden Prabowo Subianto segera mengeluarkan kebijakan agar perusahaan atau eksportir menempatkan DHE di perbankan nasional, yang mulai diberlakukan setidaknya pada satu bulan mendatang.
Presiden menilai kebijakan itu wajar dan masuk akal, mengingat eksportir yang menggunakan fasilitas kredit dari perbankan nasional, kemudian menempatkan keuntungan dari hasil usahanya di bank-bank asal Indonesia.
Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pemerintah akan menyiapkan berbagai mekanisme yang mendukung eksportir dalam memanfaatkan DHE. Misalnya, para eksportir dapat memanfaatkan instrumen penempatan DHE sebagai agunan kredit rupiah dari bank maupun Lembaga Pengelola Investasi (LPI).
Selain itu, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) mempersiapkan fasilitas berupa tarif PPh 0 persen atas pendapatan bunga pada instrumen penempatan devisa hasil ekspor.
Airlangga menambahkan, Instrumen penempatan DHE sebagai agunan akan dikecualikan dari batas maksimal pemberian kredit (BMPK). Hal tersebut menurut Airlangga tidak mempengaruhi rasio utang perusahaan.
Baca juga:
Baca juga:
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025