Berpikir Alternatif Program MBG

Berpikir Alternatif Program MBG. ????Program prioritas Presiden Prabowo Subianto, Makan Bergizi Gratis (MBG), telah berlangsung hampir dua pekan. Program ini belum bisa digeber secara maksimal. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp

Berpikir Alternatif Program MBG

Program prioritas Presiden Prabowo Subianto, Makan Bergizi Gratis (MBG), telah berlangsung hampir dua pekan. Program ini belum bisa digeber secara maksimal di level nasional. Ada sejumlah daerah yang telah menjalankan program ini, sementara lainnya belum jalan karena berbagai faktor.

Kapasitas anggaran program MBG secara nasional Rp71 triliun, bersumber dari APBN 2025. Nilai anggaran tersebut belum mampu mengkover target group program MBG, yang jumlahnya sekitar 80 juta meliputi anak sekolah, balita, ibu menyusui, ibu hamil, dan lainnya.

Sebagai program prioritas pertama yang di-handle rezim Prabowo, MBG secara kasat mata tampak sederhana. Memberikan makan bergizi secara kontinyu kepada anak sekolah, dengan nilai nominal makanan Rp10 ribu per porsi.

Masalahnya, program ini pertama kali dihelat sejak Indonesia merdeka, target group secara kuantitas sangat besar, domisili berpencar-pencar di banyak pulau di Indonesia, sifat makanan yang diberikan dalam program MBG cepat basi, dan banyak faktor lain yang mesti diperhitungkan secara cermat dan hati-hati.

Hal lain yang tak kalah penting adalah tentang kapasitas anggaran. Secara ideal, dibutuhkan tak kurang Rp400 triliun lebih untuk mendanai program ini secara nasional. Padahal, di Tahun Anggaran 2025, alokasi yang diberikan pemerintah via APBN sebesar Rp71 triliun. Artinya, dalam perspektif kapasitas anggaran, program MBG ini tak mungkin mampu mengkover seluruh target group secara efektif dan maksimal pada tahun pertama diimplementasikan.

Masih terkait dengan problem kapasitas anggaran program MBG, sinergi antara anggaran APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten/Kota merupakan ikhtiar politik yang layak dilakukan dan diwujudkan.

MBG bukan an sich menjadi program unggulan pemerintah pusat di Jakarta. Tapi, sekaligus merupakan program nasional yang mesti didukung secara politik anggaran semua level pemerintahan dan stakeholder yang ada.

Alokasi anggaran Rp71 triliun di 2025 tersebut dikhawatirkan bakal habis di Juli 2025, tak sampai Desember 2025, sesuai kelazimam tahun anggaran. Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan menyebut anggaran untuk program MBG tengah diusulkan untuk ditambah Rp140 triliun tahun ini.

Pasalnya, alokasi anggaran program MBG yang sudah ditetapkan sebesar Rp71 triliun untuk tahun ini diprediksi hanya cukup sampai Juli 2025 mendatang. “Jadi, harus ditambah,” tegas Zulhas, panggilan akrab Zulkifli Hasan.

Sinergi anggaran dari Pemerintah Provinsi (Pemprov), Pemerintah Kabupaten (Pemkab), dan Pemerintah Kota (Pemkot) menjadi ikhtiar politik yang mungkin diambil. Sebab, cukup banyak provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia, khususnya di Jawa Timur (Jatim), yang memiliki kapasitas anggaran cukup besar.

Fenomena Silpa anggaran yang besar itu, misalnya, ditemukan di Pemkab Bojonegoro. Di mana pemkab setempat rata-rata tak mampu membelanjakan anggarannya sekitar Rp2,5 triliun sampai Rp3 triliun per tahun. Pemkot Surabaya juga kerap kali menyisakan alokasi anggaran pembangunan jumlahnya ratusan miliar. Karena itu, sinergi anggaran antar-level pemerintah menjadi jalan tengah untuk mengatasi problem keterbatasan anggaran program MBG.

Informasi yang berkembang di lapangan menyebutkan, Pemkot Surabaya siap mengalokasikan anggaran Rp1 triliun dari APBD mereka untuk mendanai dan mendukung kesuksesan program MBG. Tak hanya itu, Pemprov Jatim juga komitmen mengalokasikan anggaran sekitar Rp800 miliar untuk kepentingan program MBG.

Sekiranya rata-rata Pemkab dan Pemkot di Jatim yang mengalokasikan anggaran sekitar Rp15 miliar untuk program MBG, maka tak kurang terakumulasi anggaran sebesar Rp570 miliar untuk mengkover program tersebut di seluruh Jatim.

Nilai anggaran itu belum termasuk dari Pemprov Jatim sekitar Rp800 miliar, Pemkot Surabaya sebesar Rp1 triliun, Pemkab lain di Jatim yang memiliki kapasitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) lebih dari Rp5 triliun per tahun, seperti Kabupaten Bojonegoro.

Artinya, besar kemungkinan akumulasi anggaran yang bersumber dari Pemprov Jatim dan Pemkab/Pemkot se-Jatim untuk mengkover program ini lebih dari Rp3,5 triliun pada 2025. Itu satu angka anggaran cukup besar untuk menambah dan memperkuat struktur dan alokasi anggaran program MBG yang bersumber dari APBN.

Sinergi anggaran antarlevel pemerintahan merupakan salah satu alternatif untuk mendukung dan menyukseskan program MBG. Alternatif lain yang sangat mungkin diperhitungkan adalah mengurangi kuantitas MBG, dari 5 kali per minggu menjadi 3 kali seminggu. Tak ada salahnya alternatif kedua itu dipertimbangkan, mengingat: keterbatasan alokasi anggaran, MBG merupakan program baru, infrastruktur pendukung implementasi program ini belum terkonsolidasi mantap, besarnya target group, luas dan berpencarnya wilayah dari target group, dan faktor lainnya.

MBG merupakan program nasional yang diekspektasikan mampu diimplementasikan serempak dan komprehensif kepada seluruh target group dalam tempo bersamaan. Di sisi lain, sebagai program nasional baru yang aspek kapasitas anggarannya belum mampu dipenuhi secara penuh.

Mengurangi kuantitas frekuensi MBG menjadi per minggu adalah hal mungkin yang bisa dilakukan. Terpenting adalah sekalipun frekuensi MBG per minggu berkurang dari 5 kali menjadi 3 kali, misalnya, menu makanan yang disajikan kepada target group memiliki nilai gizi tinggi.

Ketika ruang fiskal Pemerintah Pusat, Pemprov, Pemkab/Pemkot makin lebar dan membuka kemungkinan alokasi anggaran makin besar untuk program MBG, frekuensi dan volume implementasi program MBG diperluas dan ditambah. Cita ideal menjalankan program MBG sebanyak 5 kali per minggu bisa direalisasikan. Hal itu seiring dengan makin terkonsolidasinya institusi operator dan standar operasional prosedur (SOP) dari program MBG itu sendiri.

Foto BeritaJatim.com
Ainur Rohim, Direktur Utama dan Penanggung Jawab beritajatim.com

Sebagai program baru dan diberlakukan secara nasional, MBG tak mungkin bisa lepas dari trial and error. Berbagai kekurangan dan kelemahan yang muncul, baik telah diprediksi maupun tak diprediksi sebelumnya, menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan SOP program MBG.

Belum genap dua minggu program ini diimplementasikan, puluhan siswa di SDN Dukuh 03 Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, mengalami keracunan usai makan menu program makan bergizi gratis (MBG). Diduga para siswa itu keracunan makanan yang tak sempurna pengolahannya.

Masalah ini mampu ditangani dengan cepat dan baik. Pihak sekolah langsung menghubungi tim Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terkait dan petugas kesehatan dari Puskesmas Sukoharjo Kota. Siswa yang keracunan diberi obat dan ditangani dengan baik. Para siswa yang keracunan mengalami mual dan muntah. Tak ada yang dirujuk ke rumah sakit.

Pengalaman empirik adalah guru yang sangat berharga. Implementasi program MBG terus berlangsung. Dari waktu ke waktu volume dan kapasitas program ini makin membesar. Konsekuensinya, anggaran yang terserap juga makin besar. Selain aspek pemenuhan gizi kepada anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui, program MBG dicitaidealkan bisa memberikan multiplier effect positif kepada perekonomian rakyat. Sehingga rakyat menjadi sehat jasmani, rohani, dan kualitas kesejahteraannya makin terpromosikan.

Ainur Rohim,
Direktur Utama dan Penanggung Jawab beritajatim.com.