BPH Migas Ungkap Serapan Gas Bumi dari HGBT Belum Optimal dan Masih di Bawah 80%

Serapan gas dalam program HGBT oleh Migas masih tercatat di bawah 80%, mengindikasikan belum optimalnya implementasi kebijakan tarif gas yang baru dikelola pemerintah.

BPH Migas Ungkap Serapan Gas Bumi dari HGBT Belum Optimal dan Masih di Bawah 80%

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH ) mengungkapkan bahwa serapan gas bumi dari kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) masih belum optimal.

"Secara persentase, serapan gas HGBT masih di bawah 80%," kata Kepala BPH Migas Erika Retnowati dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XII pada Senin (10/2).

Penyaluran gas HGBT merupakan bagian dari pengawasan BPH Migas untuk memastikan kepatuhan badan usaha terhadap sejumlah ketentuan, termasuk volume gas, jumlah konsumen, spesifikasi gas, serta tarif yang sesuai. BPH Migas juga mengevaluasi kesesuaian sarana dan fasilitas yang digunakan oleh pihak terkait.

Tarif Baru untuk Kelanjutan HGBT

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa pemerintah telah menetapkan tarif baru untuk kelanjutan kebijakan HGBT.

"Untuk PLN, tarif HGBT-nya US$ 7 per mmbtu, sedangkan untuk bahan baku industri seperti pupuk subsidi, tarifnya US$ 6,5 per mmbtu," kata Bahlil dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR pada Senin (3/2).

Namun, pada 2025, tarif HGBT mengalami penyesuaian. Pemerintah mematok tarif sebesar US$ 6 per mmbtu untuk kedua sektor tersebut, baik untuk PLN maupun industri.

Bahlil menjelaskan bahwa kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan harga gas dunia. "HGBT itu sebetulnya bagian dari sweetener dari negara," katanya, yang merujuk pada potongan pendapatan negara yang seharusnya diperoleh dari penyaluran gas dari PLN dan industri.

Dia mengungkapkan bahwa meskipun ada potensi kehilangan pendapatan negara akibat HGBT, sekitar Rp 87 triliun sejak 2020 hingga 2024, hal itu tetap terkonversi dalam bentuk pajak dari hasil hilirisasi.

"Jadi sebenarnya tidak hilang, cuma dia masuk dalam bentuk pendapatan yang lain," ujarnya.

Pemerintah juga memastikan bahwa pada 2025, kebijakan HGBT tidak akan diperluas ke sektor lain, dan hanya akan tetap berlaku untuk tujuh sektor industri utama, yaitu pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

"Sektornya itu-itu saja, enggak diperluas. Tujuh sektor sudah final," kata Bahlil.