Donald Trump Bikin Goyah Rencana IPO Perusahaan EBT di BEI
Kebijakan energi Donald Trump berpotensi membuat perusahaan-perusahaan dari sektor energi baru terbarukan (EBT) mengurungkan niatnya untuk IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI).
berjanji untuk menarik AS dari Perjanjian Paris sesaat setelah ia dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) ke-47. Ia juga mendeklarasikan kondisi darurat energi nasional yang membalikkan sejumlah kebijakan iklim dan mendorong eksplorasi serta eksploitasi energi fosil.
Kebijakan energi Trump itu akan memengaruhi kebijakan energi negara-negara lainnya di dunia. Hal tersebut berpotensi berdampak pada rencana perusahaan-perusahaan dari sektor energi baru terbarukan (EBT) yang akan mencatatkan sahamnya melalui initial public offering () di Bursa Efek Indonesia (BEI).Danika Augusta Sari, Financial Advisor Sucor Sekuritas, mengatakan harga minyak diperkirakan akan turun sehingga perusahaan dari sektor EBT mengurungkan niatnya untuk menjadi perusahaan terbuka.
Meski begitu, Danika menilai, emiten energi baru terbarukan seperti PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) tidak terlalu berpengaruh. Pasalnya, BREN menunjukkan ambisi besar dalam ekspansi bisnisnya. Target penambahan kapasitas energi bersih yang direncanakan BREN tidak sepenuhnya terpengaruh kebijakan Trump.
Danika mengatakan, meskipun harga minyak turun, keberlanjutan EBT sebenarnya lebih dilihat dalam jangka panjang. Apalagi didukung dengan adanya program pemerintah yang menargetkan net zero emission pada tahun 2060.
BREN sebelumnya mengumumkan rencana untuk meningkatkan kapasitas listrik dari proyek pengembangan geothermal sebesar 41 MW pada 2025. Penambahan ini setara dengan 4,62% dari total kapasitas pembangkit listrik panas bumi (PLTP) Indonesia yang saat ini mencapai 886 MW. Dari langkah tersebut, total kapasitas PLTP yang dioperasikan BREN akan naik menjadi 907 MW.
“Jadi, tetap masih ada potensi. Sekarang kami melihat dari sisi emiten migasnya, bisa jadi mereka juga (mendapatkan) sentimen positif,” kata Danika ketika ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (23/1).
Trump Berjanji Tinggalkan Kesepakatan Paris, Dukung Energi Fosil
Donald Trump sekali lagi bersumpah untuk menarik AS dari perjanjian iklim Paris, upaya paling penting di dunia untuk mengatasi kenaikan suhu. Pemerintahan Trump yang pertama membuat langkah serupa pada 2017. Namun, langkah itu segera dibatalkan pada hari pertama Presiden Joe Biden menjabat pada 2021. AS sekarang harus menunggu satu tahun sebelum secara resmi keluar dari pakta tersebut.
Gedung Putih mengumumkan “keadaan darurat energi nasional”, yang menguraikan serangkaian perubahan yang akan membalikkan peraturan iklim AS dan meningkatkan produksi minyak dan gas. Hal ini dilakukan setelah suhu global pada tahun 2024 naik lebih dari 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri untuk pertama kalinya dalam satu tahun kalender.
Meskipun perjanjian Paris bukanlah perjanjian yang mengikat secara hukum, perjanjian ini merupakan dokumen yang mendorong kerja sama global untuk membatasi penyebab pemanasan global.
Antipati Presiden Trump terhadap pendekatan kerja sama ini digemakan dalam pernyataannya pada 2017. Ia menyatakan bahwa ia telah terpilih untuk “mewakili masyarakat Pittsburgh dan bukan Paris”.
Ambang batas suhu ini ditetapkan dalam perjanjian Paris sebagai tingkat di mana dunia akan menghadapi dampak yang sangat berbahaya. AS akan bergabung dengan Iran, Yaman, dan Libya sebagai satu-satunya negara yang saat ini berada di luar perjanjian tersebut.