Dosen Hukum Unand Bilang Penegak Hukum Harus Usut Proses Terbitnya HGB di Laut Tangerang

Proses penyelesaian polemik pagar laut tak cukup dengan hanya mencabut HGB yang dikeluarkan di wilayah perairan Tangerang, Banten.

Dosen Hukum Unand Bilang Penegak Hukum Harus Usut Proses Terbitnya HGB di Laut Tangerang

TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) M. Nurul Fajri mengatakan aparat penegak hukum harus mengusut proses terbitnya Hak Guna Bangunan (HGB) di perairan Tangerang, Banten, yang diperuntukkan untuk membangun sepanjang 30,16 kilometer. Menurut Fajri, diduga kuat proses keluarnya HGB itu dibarengi praktik suap atau gratifikasi terhadap pejabat yang mengeluarkannya.

“Mengingat besarnya HGB yang diterbitkan dan nilai ekonomi di belakangnya, tidak menutup kemungkinan ada unsur pidana korupsi di dalamnya, seperti suap atau gratifikasi,” kata Fajri saat dihubungi, Senin, 20 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan,

Fajri menjelaskan, proses penyelesaian masalah HGB di wilayah laut itu tak cukup sekadar mencabutnya. Fajri mengatakan HGB yang cacat prosedur, baik syarat materil maupun formil, memang bisa dicabut sebelum berlaku lima tahun tanpa perintah peradilan, seperti yang disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid.

Ketentuan itu, ujar Fajri, diatur dalam Pasal 65 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah. Pasal 65 PP itu membuka kemungkinan pembatalan hak atas tanah karena adanya cacat administrasi berdasarkan laporan masyarakat, temuan dari pengawasan dan pengendalian jajaran ATR BPN.

Fajri mengatakan ada dua persoalan dalam penerbitan HGB untuk pagar laut di Tangerang. Pertama yaitu cacat dalam pengadministrasian data fisik yang meliputi pengukuran bidang dan kondisi tanah yang terbukti merupakan wilayah laut. Kedua, yakni cacat dalam hal data yuridis bidang tanah atau dasar penguasaan kepemilikan tanah.

Dua persoalan itu, ujar Fajri, harus dilihat bukan sebatas kesalahan administrasi. Selain itu, kata dia, kementerian ATR BPN harus menonaktifkan pejabat yang menerbitkan HGB tersebut.

“Apabila diterbitkan oleh menteri, maka sebaiknya menteri tersebut mundur dan fokus menghadapi proses hukum serta menghindari terjadinya konflik kepentingan dengan jajarannya serta aparat penegak hukum,” kata Fajri.

Sebelumnya, Menteri ATR BPN Nusron Wahid mengatakan setidaknya ada 263 bidang dalam bentuk sertifikat di wilayah perairan Tangerang. Rinciannya, atas nama PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang, serta atas nama perorangan sebanyak 9 bidang.

“Ada juga SHM, surat hak milik, atas 17 bidang,” kata Nusron dalam konferensi pers di Kementerian ATR/BPN pada Senin, 20 Januari 2025. “Lokasinya juga benar adanya sesuai aplikasi Bhumi, yaitu di Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang.”

Dari temuan tersebut, Nusron bakal berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG). Hal itu untuk memastikan apakah titik sertifikat HGB tersebut berada di dalam atau di luar garis pantai. Bila ternyata sertifikat HGB diterbitkan di luar garis pantai alias di wilayah lautan, Nusron berjanji bakal melakukan evaluasi. “Tentu akan kami tinjau ulang,” ucapnya.

Nusron mengklaim masih memiliki kewenangan lantaran sertifikat HGB tersebut terbit pada 2025. Menurut dia, selama sertifikat HGB belum berusia lima tahun dan terbukti secara faktual ada cacat prosedural, cacat material, dan cacat hukum, maka sertifikat tersebut bisa dibatalkan dan ditinjau ulang tanpa harus dengan perintah peradilan.

Pagar laut di perairan Tangerang terbentang sepanjang 30,16 kilometer. Keberadaan pagar dari bambu itu mengganggu aktivitas para nelayan. Nusron sempat menyatakan tidak akan melakukan intervensi lantaran persoalan pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer itu berada di wilayah lautan. Sedangkan kewenangan Kementerian ATR/BPN, kata dia, masalah tata ruang di wilayah darat.

“Selama masih di laut, itu adalah rezimnya laut,” kata Nusron di kantornya, pada Rabu, 15 Januari 2025, dikutip dari keterangan resmi.

Kantor Kepala Pertanahan Kabupaten Tangerang Yayat Ahadiat Awaludin mengatakan sertifikat HGB yang terbit di Desa Kohod luasnya mencapai 300 hektare. Sertifikat itu terbit pada Agustus 2023 setelah Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Banten Tahun 2023-2043 terbit pada Maret 2023.

Kepada Majalah Tempo, Yayat mengatakan sertifikat HGB di Kohod sesuai rencana tata ruang. “Areanya masuk pola ruang permukiman dan karenanya berwarna kuning,” kata Yayat.

Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Banten Eli Susiyanti dalam suratnya kepada kantor pengacara Septian Wicaksono Partners, yang mengajukan permohonan sertifikat tanah di Kohod, menyatakan area itu berada di zona perikanan budidaya, perikanan tangkap, serta wilayah kerja minyak dan gas bumi. Dia juga merujuk pada Perda RTRW Banten 2023-2043. 

Kantor pengacara Septian Wicaksono mengurus lahan di Kohod sejak 2023. Pada 21 Juli 2023, kantor pengacara itu bersurat kepada Dinas Kelautan dan Perikanan meminta rekomendasi pemanfaatan bidang tanah dengan dasar girik atau letter C. Namun, Eli menolak permohonan itu karena bertentangan dengan perda.

Setelah penolakan, beredar surat palsu berkop Dinas Kelautan. Isi surat tersebut menyatakan area yang dimohonkan Septian Wicaksono bukan di zona perikanan budidaya, perikanan tangkap, serta wilayah kerja minyak dan gas bumi. Kepada Tempo, Eli mengatakan surat tersebut palsu. Namun, Eli enggan menjelaskan secara detail kemungkinan pelakunya.

Erwan Hermawan dan Riri Rahayu berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: