IHSG Menguat ke Level 7.231,87, Saham BUMN Perbankan Jadi Penopang Utama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada sesi perdagangan Rabu pagi (22/1/2025) mencatatkan penguatan signifikan sebesar 0,70 persen ke level 7.231,87 dari posisi 7.181,82....

IHSG Menguat ke Level 7.231,87, Saham BUMN Perbankan Jadi Penopang Utama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada sesi perdagangan Rabu pagi (22/1/2025) mencatatkan penguatan signifikan sebesar 0,70 persen ke level 7.231,87 dari posisi 7.181,82. Penguatan ini ditopang oleh kenaikan saham-saham BUMN, khususnya di sektor perbankan pelat merah.  

Berdasarkan data RTI Business, IHSG pada pembukaan perdagangan mencatat volume transaksi sebanyak 519,14 juta saham dengan frekuensi 20 ribu kali dan total nilai transaksi mencapai Rp 300,33 miliar. Dari keseluruhan saham yang diperdagangkan, sebanyak 196 saham menguat, 64 terkoreksi, dan 228 lainnya stagnan.  

Saham bank BUMN memberikan kontribusi signifikan terhadap penguatan indeks. Seperti Bank Rakyat Indonesia (BBRI) naik dari Rp 4.260 menjadi Rp 4.310 per saham.

Kemudian Bank Tabungan Negara (BBTN) mencatat kenaikan harga dari Rp 1.095 menjadi Rp 1.100  per saham, dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp 15,14 triliun dan rasio P/E 4,72. Bank Mandiri (BMRI) juga mengalami penguatan dari Rp 6.050 ke Rp 6.175  per saham. Selain itu saham Bank Negara Indonesia (BBNI) turut mencatatkan kenaikan dari Rp 4.740 menjadi Rp 4.800  per saham.  

Chief Economist dan Head of Research Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto menilai penguatan ini turut dipengaruhi oleh ekspektasi kebijakan moneter global yang lebih longgar, termasuk kemungkinan penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI).

“Dampak dari pelantikan Trump sangat positif karena beberapa kekhawatiran pasar terkait proteksionisme mereda. Hal ini memicu spekulasi bahwa The Fed akan lebih agresif menurunkan suku bunga, memberikan ruang bagi BI untuk melakukan pelonggaran moneter,” jelas Rully kepada Republika dikutip Rabu (22/1/2025).

Sementara itu, Senior Investment Information Mirae Asset, Nafan Aji Gusta, menyebut penguatan IHSG sudah diprediksi sebelumnya. “Sebetulnya sudah terprice-in karena saham-saham terkait memang sudah menguat sejak rekomendasi minggu lalu. Selain itu, pidato Trump yang menegaskan belum ada skema kenaikan tarif baru terhadap produk impor, khususnya dari Tiongkok, menjadi salah satu faktor pendorong,” ungkapnya.  

Nafan juga menambahkan, ekspektasi kinerja keuangan sektor perbankan pada 2024 dan proyeksi pertumbuhan kredit yang masih mencapai dua digit menjadi daya tarik tersendiri bagi investor. “Pertumbuhan kredit perbankan yang progresif ini memperkuat optimisme pelaku pasar. Selain itu, dividen yang menarik menjadi nilai tambah bagi investor jangka panjang,” tambahnya.  

Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, menyebut penguatan IHSG hari ini didorong oleh apresiasi dalam lima hari berturut-turut akibat rebound-nya saham Blue Chip. Nilai tukar rupiah yang stabil di kisaran Rp 16.300 per dolar AS juga menjadi faktor pendukung. 

Ratih menambahkan, perubahan Peraturan Pemerintah (PP) No 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) menjadi salah satu upaya pemerintah menjaga stabilitas rupiah. Dalam aturan baru, eksportir wajib menyimpan 100 persen DHE selama satu tahun mulai 1 Maret 2025, dengan insentif berupa bunga kompetitif dan pembebasan pajak penghasilan (PPh).  

Ratih juga menyoroti pergerakan saham BBTN yang secara teknikal bearish tetapi berpotensi mengalami reversal dari area support. “Indikator stochastic bergerak naik dan MACD bar histogram menunjukkan momentum akumulasi,” jelasnya.  

Dalam pengembangan bisnis, BBTN baru saja mengakuisisi Bank Victoria Syariah (BVS) dengan total dana Rp 1,06 triliun, sebagaimana tertuang dalam perjanjian jual beli atau Conditional Sales Purchase Agreement (CSPA) pada 15 Januari 2025. Langkah ini memperkuat posisi BBTN di sektor perbankan syariah.

Penguatan IHSG di awal tahun ini memberikan sinyal positif terhadap stabilitas pasar modal Indonesia. Dengan dukungan sektor perbankan dan kebijakan moneter yang lebih longgar, indeks diproyeksikan dapat terus menguat, seiring dengan peningkatan kepercayaan investor domestik maupun global.