Kaum Transgender Asia-Amerika Terancam Hadapi Diskriminasi Ganda

Retorika antitransgender dan permusuhan terhadap Cina yang digencarkan Presiden Donald Trump dikhawatirkan kaum minoritas seksual…

Kaum Transgender Asia-Amerika Terancam Hadapi Diskriminasi Ganda

Tiga minggu setelah kembali menjabat sebagai Presiden AS, Donald Trump menandatangani serangkaian perintah eksekutif yang menargetkan hak-hak transgender. Sikap keras pemerintahannya terhadap isu gender, ditambah kebijakan yang memperburuk ketegangan dengan Cina, menimbulkan kecemasan di kalangan minoritas seksual keturunan Asia di AS.

Alexandria Holder, seorang kepala penerbangan dan sersan mayor di Angkatan Udara AS, termasuk yang lantang menolak kebijakan tersebut. "Saya telah mengabdi selama 20 tahun untuk negara ini. Saya telah ditugaskan dan membawa senjata," ujarnya kepada DW.

"Jika mereka memutuskan saya tidak bisa lagi bertugas, mereka tidak bisa menghapus 20 tahun pengabdian saya." Holder, yang bangga dengan identitasnya sebagai warga Amerika Korea dan wanita transgender biseksual, kini menghadapi ketidakpastian masa depan karier militernya.

Dia termasuk di antara sekitar 15.000 personel militer transgender di AS yang berisiko terdampak kebijakan terbaru Donald Trump, antara lain, berupa pemutusan hubungan kerja.

Dalam bulan pertama masa jabatan keduanya, Trump juga menandatangani perintah eksekutif yang membatasi akses terhadap perawatan afirmasi gender serta membatasi hak-hak atlet transgender.

Momok rasisme di era Trump

Albert, pria transgender 26 tahun di Pennsylvania, lebih khawatir tentang rasnya daripada identitas gendernya di bawah pemerintahan Trump.

"Orang melihat saya sebagai orang Asia, bukan trans," katanya kepada DW. "Di mana pun saya berada, saya pertama-tama dianggap sebagai orang Asia. Itu tidak bisa saya ubah atau sembunyikan."

Lahir di Wuhan, Cina, Albert diadopsi oleh keluarga kulit putih Amerika saat berusia satu tahun. Dia khawatir, retorika sengit Washington terhadap Cina bisa memicu sentimen anti-Asia, seperti yang terjadi selama pandemi COVID-19.

"Kebencian itu tidak rasional," ujarnya. "Beberapa orang bisa saja melampiaskan ketakutan mereka pada warga Amerika keturunan Asia."

'Identitas seksual seharusnya tidak menjadi masalah'

Mengikuti jejak ayahnya, Alexandria Holder bergabung dengan Angkatan Udara AS pada tahun 2004. "Ketika saya pertama kali mendaftar, ada larangan terbuka untuk dinas militer bagi transgender," kata Holder.

"Jadi, tidak ada orang transgender yang dapat bertugas kecuali mereka bertugas sesuai jenis kelamin." Holder mendaftarkan diri di era "Jangan Tanya, Jangan Katakan," sebuah kebijakan pada tahun 1993 yang membatasi penyelidikan terhadap orientasi seksual, tetapi melarang kaum LGBTQ+ berdinas di lembaga negara.

Perubahan terbesar terjadi selama pemerintahan Obama. Setelah doktrin "Jangan Tanya, Jangan Katakan" dihapuskan pada tahun 2011, Ash Carter, menteri pertahanan saat itu, mengizinkan warga transgender untuk bertugas secara terbuka pada tahun 2016.

Holder memulai transisi gendernya dengan seorang dokter Angkatan Udara setelah pengumuman Carter. Kebijakan tersebut berubah lagi segera setelah Trump memenangkan pemilihan umum tahun 2016. Pada tahun 2017, Trump mengumumkan di Twitter bahwa dirinya "tidak akan menerima atau mengizinkan individu transgender untuk bertugas dalam kapasitas apa pun di Militer."

"Militer kita harus fokus pada kemenangan yang menentukan dan luar biasa dan tidak dapat dibebani dengan biaya medis yang sangat besar dan gangguan yang akan ditimbulkan oleh transgender di militer," kata Trump. Dia kemudian menerbitkan larangan transgender pada tahun 2019. Namun, larangan tersebut tidak berlaku surut, jadi Holder leluasa untuk terus bertugas sebagai seorang transpuan.