Ketum PBNU jelaskan posisi NU dalam pembangunan bangsa
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menjelaskan terkait posisi Nahdlatul Ulama (NU) ...
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menjelaskan terkait posisi Nahdlatul Ulama (NU) dalam politik dan kontribusinya terhadap agenda-agenda pembangunan bangsa.
Gus Yahya menegaskan bahwa NU memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi pada kemaslahatan rakyat. Ia menjelaskan bahwa siapapun yang berupaya menghadirkan maslahat bagi masyarakat, terutama pemerintah, harus mendapatkan dukungan dari NU.
"Setiap pemerintahan pasti membangun agenda untuk kemaslahatan rakyat. Posisi NU adalah untuk mendukung dan berkontribusi dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut," ujar Gus Yahya dalam Sarasehan Ulama di Jakarta, Selasa.
Gus Yahya menekankan bahwa kesejahteraan umum, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi adalah tanggung jawab pemerintah, namun NU ingin ikut berperan serta dalam mewujudkannya.
Hal tersebut selaras dengan janji NU sejak didirikan, yaitu untuk berkhidmah kepada agama, masyarakat, bangsa, dan negara.
"NU memiliki nilai dasar untuk mengabdi, melayani, berbakti pada masyarakat. NU lahir karena didorong oleh keinginan untuk berupaya menghadirkan maslahat bagi masyarakat, bagi rakyat," kata dia.
Mengenai posisi NU dalam Pemerintahan Prabowo-Gibran, Yahya mengungkapkan bahwa NU tidak perlu mencari alternatif visi, melainkan menyediakan diri untuk memastikan visi tersebut sesuai dengan harapan.
Untuk itu, para ulama di berbagai tingkatan diharapkan untuk memahami lebih baik tentang Astacita, sebuah rumusan visi misi pemerintah yang bertujuan untuk menghadirkan kemaslahatan bagi bangsa dan negara.
"Posisi NU menyediakan diri agar visi ini sesuai dengan yang diinginkan. Maka penting bagi para ulama untuk memahami lebih baik tentang Astacita ini dan apa yang bisa dilakukan oleh PBNU," ujar dia.
Di sisi lain, ia juga menyampaikan bahwa NU sebagai entitas kolektif tidak boleh terlibat dalam kompetisi kekuasaan politik.
Ia mengingatkan kembali pesan penting yang disampaikan dalam Muktamar Situbondo 1984, di mana NU harus berdiri sebagai penyangga yang mendukung keberhasilan agenda-agenda pemerintah tanpa terjun dalam persaingan politik.
NU, menurut Yahya, telah berkembang menjadi sebuah lingkungan budaya yang luas, yang harus dijaga agar tidak terjebak dalam identitas politik yang dapat membahayakan kelangsungan bangsa dan negara.
"Ketika satu lingkungan budaya kemudian tumbuh jadi identitas politik dan memperebutkan kekuasaan maka akibatnya luar bisa. NU tidak boleh sengaja didorong untuk berkonsolidasi sebagai identitas politik. Tidak boleh," kata dia.
Baca juga:
Baca juga:
Baca juga:
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2025