Mendag Budi Pastikan Kebijakan DHE 100% Tak Akan Ganggu Ekspor RI

Revisi kebijakan DHE yang menaikkan persentase penyimpanan devisa hasil ekspor menjadi 100% diperkirakan tidak akan mengganggu target ekspor dan bertujuan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.

Mendag Budi Pastikan Kebijakan DHE 100% Tak Akan Ganggu Ekspor RI

Menteri Perdagangan Budi Santoso memastikan kebijakan terbaru Devisa Hasil Ekspor (DHE) tidak akan mengganggu performa nasional pada tahun ini. Kebijakan ini mewajibkan eksportir menyimpan 100% dana hasil ekspor (DHE) di dalam negeri selama satu tahun.

Sebelumnya, Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2023 hanya mengatur kewajiban menyimpan minimal 30% dana hasil ekspor dengan jangka waktu tiga bulan.

“Perpanjangan DHE ini untuk kepentingan semua. Saya pikir perpanjangan tidak akan mengganggu target ekspor tahun ini, karena ini adalah kebijakan pemerintah,” ujar Budi di Jakarta, Rabu (22/1).

Alasan Perpanjangan DHE

Salah satu alasan utama perpanjangan kebijakan DHE adalah untuk stabilisasi nilai tukar rupiah. Bank Indonesia mencatat nilai tukar rupiah berada di angka Rp 16.331 per dolar AS pada Kamis (21/1), melemah 4,5% dari posisi Rp 15.627 per Dolar AS pada 19 Januari 2024.

Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman, mengusulkan adanya penyesuaian khusus bagi perusahaan industri pangan olahan, seperti kopi, kakao, kelapa, kelapa sawit, dan vanila.

Menurutnya, penerapan kebijakan ini pada ekspor sumber daya alam mentah sudah sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. “Namun, penerapannya pada pabrikan pangan olahan dapat meningkatkan biaya produksi dan memengaruhi daya saing di pasar ekspor,” katanya.

Adhi menjelaskan, perpanjangan DHE akan memperpanjang arus kas perusahaan hingga satu tahun. Akibatnya, pabrikan harus menambah pagu kredit modal kerja dari bank. “Kalau ada tambahan biaya produksi, ujungnya harga produk naik dan daya saing kami di pasar ekspor makin berat,” katanya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, juga menyatakan kekhawatirannya. Ia berencana berdiskusi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk memperjelas teknis kebijakan ini, terutama apakah dana DHE harus mengendap selama satu tahun atau dapat dicairkan lebih cepat.

“Harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit yang dinikmati petani akan tertekan lebih jauh jika DHE harus mengendap utuh selama satu tahun,” ujar Eddy.

Saat ini, harga TBS sawit telah turun antara Rp 150 hingga Rp 200 per kilogram akibat bea keluar, kewajiban pasar domestik, dan pungutan ekspor.

Potensi Dampak pada Harga CPO

Eddy memproyeksikan bahwa kebijakan ini akan meningkatkan biaya produksi pengolah crude palm oil (CPO) di dalam negeri. “Pabrikan harus menambah pagu kredit kerja modal untuk memperpanjang perputaran arus kas, yang pada akhirnya meningkatkan harga produk,” ujarnya.

Menurut Eddy, dampaknya bisa berupa kenaikan harga CPO di pasar internasional. “Bisa jadi harga CPO di dalam negeri turun, tapi di luar negeri naik. Opsi kedua, harga CPO di dalam dan luar negeri naik, dengan kenaikan sekitar 3,5% di dalam negeri dan hingga 10% di luar negeri,” ujar Eddy.

Reporter: Andi M. Arief