Mengenal Coelacanth: Ikan purba yang menggegerkan Gorontalo Utara
Belum lama ini, nelayan di Gorontalo Utara dikejutkan dengan penemuan ikan purba bernama coelacanth, yang menarik ...
Jakarta (ANTARA) - Belum lama ini, nelayan di Gorontalo Utara dikejutkan dengan penemuan ikan purba bernama coelacanth, yang menarik perhatian warga sekitar. Ikan besar ini secara tidak sengaja tertangkap oleh Oscar Kaluku, seorang nelayan berusia 60 tahun.
Penemuan tersebut langsung menjadi viral di media sosial setelah diunggah oleh akun X . Dalam postingan tersebut, ikan yang sudah mati itu tampak diletakkan di atas daun pisang, dengan sejumlah warga yang berkumpul di sekitarnya.
Ternyata, ikan tersebut bukanlah ikan yang hidup seperti ikan pada umumnya di masa kini. Ada fakta mengejutkan terkait era keberadaan spesies ini yang ternyata sangat mengejutkan.
Lalu, apa sebenarnya ikan coelacanth itu? Berikut ini adalah informasi mengenai penemuan ikan purba coelacanth yang mengejutkan warga di daerah pesisir tersebut, mengutip berbagai sumber:
Baca juga:
Mengenal Ikan Coelacanth
Menurut Wired, nama coelacanth berasal dari bahasa Yunani, yaitu coelia (berongga) dan acanthos (duri), yang menggambarkan ikan dengan duri berongga. Ikan purba ini dapat tumbuh hingga lebih dari enam kaki panjangnya dan mencapai berat sekitar 200 pon atau 90 kilogram.
Coelacanth terdiri dari dua spesies yang langka, yaitu coelacanth dari Samudra Hindia Barat (Latimeria chalumnae), yang ditemukan di perairan lepas pantai timur Afrika, dan coelacanth Indonesia (Latimeria menadoensis), yang hidup di perairan sekitar Sulawesi, Indonesia.
Ikan coelacanth termasuk ikan purba yang diketahui telah hidup sejak 400 juta tahun lalu dan sempat dianggap punah karena tidak pernah ditemukan dalam waktu yang lama. Ikan coelacanth diketahui hidup pada kedalaman sekitar 100 hingga 500 meter di bawah permukaan laut, yang membuatnya sulit dijangkau dan dipelajari. Keberadaannya menjadi bukti hidup dari sejarah evolusi yang masih belum sepenuhnya terungkap.
Mereka hidup di perairan dengan suhu sekitar 12 hingga 18 derajat Celsius. Berikut adalah taksonomi dari hewan ini:
• Kingdom: Animalia
• Ordo: Coelacanthiformes
• Family: Coelacanthidae
• Genus: Latimeria
• Species: Latimeria manadoensis dan Latimeria chalumnae
Karakteristik Ikan coelacanth
Ikan purba ini memiliki sisik yang bentuknya berbeda secara mencolok di beberapa bagian tubuhnya. Dari bagian depan hingga belakang, ukuran sisiknya semakin kecil. Sel-sel pigmen (melanofor) lebih banyak terkonsentrasi di bagian atas tubuh dibandingkan dengan bagian perut.
Selain itu, sirip lobus punggung, daerah dubur, dan sirip lobus anus memiliki variasi bentuk pada tiap spesies, meskipun terletak di area tubuh yang sama.
Baca juga:
Melansir , salah satu karakteristik yang paling menonjol dari coelacanth adalah siripnya yang berlobus, yang menyerupai kaki hewan darat berkaki empat di masa lampau. Ikan ini memiliki sirip ekor berlobus tiga, tidak seperti sirip ekor bercabang pada kebanyakan ikan modern.
Coelacanth memiliki tulang belakang berongga berisi cairan, sisik berkapur, gigi email sejati, dan tengkorak berengsel yang memungkinkan mulut terbuka lebar. Warnanya biru metalik tua (kadang-kadang hampir cokelat) dengan bintik-bintik putih tidak beraturan.
Ukuran maksimum ikan dewasa sedikit lebih dari 1,8 meter (6 kaki) panjangnya. Coelacanth betina membawa antara 20 dan 65 telur yang sedang berkembang; telurnya besar (diameter 3 1/2 inci) dan menetas di dalam.
Termasuk jenis ikan yang dilindungi
Secara global, coelacanth Indonesia atau Latimeria menadoensis termasuk dalam spesies yang terdaftar dalam Apendiks 1 CITES, yang berarti spesies ini tidak boleh diperdagangkan.
Sebagai bagian dari kepatuhan terhadap regulasi internasional, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2021 mengenai Ikan yang Dilindungi.
Selain itu Ikan yang sangat langka ini tercatat dalam daftar IUCN Red List dengan status rentan. Penemuan coelacanth oleh nelayan di Gorontalo kemudian diikuti dengan penelitian lebih mendalam.
Baca juga:
Baca juga:
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025