Pakar Gizi UGM Soroti Indikator Keberhasilan Program Makan Bergizi Gratis

Pakar gizi UGM mengungkapkan meskipun program Makan Bergizi Gratis memiliki potensi besar, tantangan dalam implementasi pun tidak dapat diabaikan.

Pakar Gizi UGM Soroti Indikator Keberhasilan Program Makan Bergizi Gratis

TEMPO.CO, Jakarta - Sudah melewati pekan kedua, program (MBG) yang menjadi program prioritas Presiden Prabowo Subianto sebagai upaya mengurangi stunting dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat mendapat banyak sorotan dari berbagai kalangan, salah satunya oleh Pakar gizi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Eni Harmayani.

Perlu Ada Indikator Yang Jelas

Dilansir dari laman resmi , Prof Eni Harmayani, yang juga merupakan Dekan Fakultas Teknologi Pertanian UGM, menekankan pentingnya indikator keberhasilan yang jelas dalam program ini. Menurutnya, tanpa adanya pengukuran yang terukur, program tersebut berisiko terlaksana dengan tidak optimal. 

“Program ini perlu adanya indikator keberhasilan yang melibatkan sekolah karena lingkupnya yang kecil sehingga proses pemantauan pun lebih terjaga dan bisa melibatkan orang tua yang lebih mengerti anaknya,” ujarnya.

Eni juga mengatakan bahwa program ini perlu dikaji lebih dalam lagi mengenai jenis menu dan cara mengolahnya sehingga tidak terjadi food waste dengan mengadakan standarisasi nasional dalam penentuan menu, kandungan gizi bahan baku, dan pengolahan pangan sehingga kandungan gizinya tetap terjaga. 

“Setiap daerah memiliki budaya atau kebiasaan tersendiri dalam mengolah pangan sehingga penting untuk diadakan standarisasi nasional dalam penentuan menu, kandungan gizi bahan baku, dan pengolahan pangan tersebut agar kandungan gizinya tetap terjaga,” kata Eni.

Menekan Stunting Melalui Program Makan Bergizi

Berdasarkan data hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), Indonesia saat ini masih berjuang untuk menurunkan angka stunting, yang tercatat sebesar 21,6.

Program MBG dianggap sebagai salah satu solusi untuk memastikan anak-anak mendapatkan asupan gizi yang cukup demi tumbuh kembang optimal. “Perlu adanya edukasi tentang bagaimana cara menyiapkan makanan yang sehat dan bergizi,” kata UGM itu.

Menurutnya, segala prosedur yang berjalan perlu dikelola secara profesional dengan mengadakan kolaborasi dari berbagai pihak, seperti pihak sekolah, ahli pangan, ahli gizi, dan pemerintahan setempat. Terkait dapur umum yang digunakan juga perlu pengelolaan dan pertimbangan lebih lanjut seperti bagaimana pengolahan, penyimpanan, dan distribusi makanan yang tepat dan layak.

Harapan dan Tantangan MBG

Eni mengungkapkan bahwa program ini merupakan salah satu program positif yang perlu dilakukan sebagai langkah menghadapi urgensi dalam meningkatkan gizi masyarakat Indonesia. 

Meskipun program MBG memiliki potensi besar, tantangan dalam implementasi tidak dapat diabaikan. Distribusi makanan yang tidak merata, keterbatasan anggaran, serta kurangnya pemahaman masyarakat tentang gizi menjadi kendala utama.

Untuk mengatasinya, Prof. Eni merekomendasikan penguatan koordinasi antar-pemangku kepentingan. “Apabila program ini tidak terencana dengan baik maka keefektifan dan keberlanjutannya pun dipertanyakan,” kata dia.