Pakar hukum pidana Unej sebut efisiensi pra-penuntutan belum maksimal
Pakar hukum pidana Universitas Jember (Unej) Prof M. Arief Amrullah menyebut bahwa efisiensi pra-penuntutan belum maksimal, sehingga hal itu perlu mendapat perhatian dalam wacana revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ...
Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pakar hukum pidana Universitas Jember (Unej) Prof M. Arief Amrullah menyebut bahwa efisiensi pra-penuntutan belum maksimal, sehingga hal itu perlu mendapat perhatian dalam wacana revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) oleh Komisi III DPR RI.
"Saya menyoroti permasalahan dalam tahapan pra-penuntutan karena proses itu sering kali berbelit-belit dan memakan waktu terlalu lama, akibat bolak-baliknya berkas perkara antara penyidik dan jaksa penuntut umum," katanya dalam acara talk show dengan tema 'Revisi KUHAP, Kolaborasi atau Kompetisi Antar Penegak Hukum' di salah satu radio di Jember, Kamis.
Menurutnya pemangkasan atau bahkan penghilangan tahap penyelidikan juga menjadi isu yang perlu dicermati dengan hati-hati karena jika tidak diatur dengan baik, maka hal itu bisa berpotensi menghambat keadilan dan memperlambat penanganan perkara.
"Solusi yang perlu dipertimbangkan dalam rancangan KUHAP baru adalah memastikan bahwa asas peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan benar-benar dapat terpenuhi," tuturnya.
Ia mengatakan salah satu gagasan ditawarkan adalah dengan memanfaatkan teknologi dalam proses hukum, sehingga penyidik Polri dan jaksa penuntut umum bisa melakukan penyidikan bersama dan pra-penuntutan secara bersamaan, meskipun tidak harus bertatap muka langsung.
"Dengan sistem digital yang terintegrasi, setiap pertanyaan atau kekurangan dalam berkas dapat segera dilengkapi di waktu yang sama. Hal itu akan memangkas waktu dan meningkatkan efisiensi proses hukum," tuturnya.
Selain efisiensi waktu, lanjut dia, penerapan teknologi dalam proses hukum juga dapat meningkatkan transparansi serta kesetaraan antara penyidik dan jaksa penuntut umum.
"Mereka adalah sesama penegak hukum. Dengan sistem yang lebih transparan, tidak akan ada lagi kecurigaan atau ketidakseimbangan dalam proses hukum," ujarnya.
Guru besar Unej itu menjelaskan bahwa dalam konteks revisi KUHAP, segala perubahan yang dilakukan harus mengarah pada perbaikan sistem peradilan pidana, sehingga bisa lebih adaptif dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
"Jadi diferensiasi fungsional terhadap penegakan hukum harus tegas karena hal itu mencegah adanya tumpang tindih kewenangan, sehingga kami harus memastikan bahwa hukum pidana terus berkembang dan dapat menjawab tantangan zaman, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip keadilan bagi semua pihak," katanya.