Pemerintah RI Desak DK PBB Ambil Langkah Konkret untuk Tuntaskan Krisis Kemanusiaan di Palestina
RI meminta DK PBB untuk memastikan fase gencatan senjata dijalankan penuh dan menyetop siklus kekerasan berulang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Republik Indonesia, Armanatha Nasir melontarkan seruan tegas perihal masalah dalam sidang terbuka Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB).
Armanatha menyatakan, harus mengambil langkah nyata untuk menyudahi penderitaan rakyat usai kesepakatan gencatan senjata Israel - Hamas.
“Kami menyambut baik tercapainya gencatan senjata di Gaza, dan kesepakatan ini harus menjadi langkah awal mencapai perdamaian di Timur Tengah,” kata Armanatha dalam keterangan resmi Kemlu RI, Rabu (22/1/2025).
Meski menyambut baik gencatan senjata, Indonesia juga menyesalkan kesepakatan ini baru tercapai usai jatuhnya puluhan ribu korban jiwa yang mayoritas adalah warga .
RI pun meminta DK PBB untuk memastikan fase gencatan senjata dijalankan penuh dan menyetop siklus kekerasan berulang.
Baca juga:
Salah satu yang disorot Armanatha adalah pembangunan pemukiman ilegal di wilayah Tepi Barat dan Yerusalem Timur oleh Israel yang semakin meluas.
Pembangunan pemukiman ilegal zionis ini juga dibarengi kekerasan dan impunitas tak terkendali.
Armanatha memberikan masukan kepada agar dijadikan fokus usai kesepakatan gencatan senjata tercapai.
Pertama adalah mengakhiri di Gaza. Bantuan kemanusiaan harus segera disalurkan tanpa hambatan serta mendesak upaya rekonstruksi Gaza mulai disiapkan, termasuk pencabutan blokade 18 tahun yang melumpuhkan ekonomi Gaza.
Kedua adalah mengembangkan solusi politik untuk mengakhiri konflik Israel - lewat solusi dua negara sebagai jalan menuju perdamaian. Solusi dua negara jadi satu-satunya jalan mencapai keadilan bagi dan Israel.
“Alternatif lain hanya akan menghasilkan apartheid dan penindasan,” ucapnya.
Secara tegas Armanatha juga meminta menegaskan relevansinya, utamanya negara anggota tetap agar bisa berbicara menyetop kebuntuan dan mendorong reformasi internal.
DK PBB diharapkan tidak meninggalkan preseden bahwa mereka tidak bisa berbicara banyak dalam masalah global dan di Timur Tengah dan .
“Sejarah akan menilai apakah mampu bangkit menghadapi tantangan atau justru menjadi tidak relevan,” ucapnya.