AFPI Peringatkan Risiko Moral Hazard pada Asuransi P2P Lending

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menanggapi langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tengah merancang produk asuransi khusus untuk fintech peer-to-peer (P2P) lending.

AFPI Peringatkan Risiko Moral Hazard pada Asuransi P2P Lending

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menanggapi langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tengah merancang produk asuransi khusus untuk fintech peer-to-peer (P2P) lending. 

Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar, menegaskan bahwa asuransi dalam fintech lending sebaiknya diposisikan sebagai opsi, bukan sebagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh penyelenggara.

“Saya mau tegaskan, bahwa asuransi ini adalah opsi, bukan mandatori,” kata Entjik dalam acara Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Media Gathering, di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (22/1). 

Salah satu kekhawatiran utama AFPI terkait penerapan asuransi wajib adalah potensi terjadinya moral hazard. 

Menurut Entjik, jika semua pinjaman diasuransikan, ada kemungkinan peminjam tidak merasa perlu melunasi kewajibannya karena sudah dilindungi oleh asuransi. Hal ini dapat berujung pada peningkatan gagal bayar secara massal yang pada akhirnya bisa membuat perusahaan asuransi bangkrut.

“Bayangkan kalau orang tahu pinjamannya sudah diasuransikan. Mereka merasa tidak perlu membayar. Bisa hancur republik ini. Bankrut semua perusahaan asuransi,” tegasnya.

AFPI juga menyoroti tantangan dalam menentukan premi asuransi yang wajar untuk industri P2P lending. Entjik mengungkapkan bahwa premi asuransi yang ditawarkan saat ini mencapai 30%, angka yang dinilai terlalu tinggi dibandingkan manfaat ekonomi bunga yang diperoleh lender, yang hanya berkisar 16%.

“Siapa yang mau bayar premi sebesar itu? Masa lender harus nombok?” katanya.

Entjik juga menyebut bahwa pihaknya telah melakukan riset ke beberapa negara, termasuk Inggris, yang dikenal sebagai negara dengan budaya asuransi yang kuat. 

Namun, berdasarkan wawancara dengan sejumlah perusahaan fintech di Inggris, mereka tidak menerapkan asuransi secara menyeluruh.

“Di London, mereka insurance-minded. Tapi begitu kita tanya, mereka bilang tidak semua fintech diasuransikan. Karena kalau risikonya tinggi, mereka (perusahaan asuransi) akan mundur,” tambahnya.

Kendati demikian, AFPI tetap membuka diskusi dengan OJK untuk mencari solusi terbaik yang menguntungkan semua pihak. Beberapa opsi yang sedang dipertimbangkan adalah pembentukan konsorsium atau pengembangan produk asuransi yang lebih sesuai dengan karakteristik industri P2P lending.