100 Hari Pemerintahan Prabowo, Belum Ada Arahan Khusus untuk Pensiun Dini PLTU
IESR menilai hingga kini belum ada arahan khusus dari Presiden Prabowo untuk memastikan tercapainya janji 100 persen energi baru terbarukan dalam 10 tahun ke depan.
Institute for Essential Services Reform (IESR) menagih janji Presiden Prabowo Subianto untuk mengimplementasikan target net zero 2050. Hal itu sesuai dengan janji Prabowo saat berpidato di APEC CEO Summit dan KTT G20 di Brasil, sesaat setelah pelantikannya.
Dalam kesempatan itu, Presiden menyampaikan target net zero sebelum 2050 dengan strategi menghentikan PLTU batubara dalam 15 tahun, mencapai 100 persen energi terbarukan dalam 10 tahun, dan mencapai swasembada listrik.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan hingga kini belum ada arahan khusus dari presiden untuk memastikan tercapainya janji tersebut. Sejauh ini, fokus pemerintah masih pada target jangka panjang dengan mengungkapkan rencana RUPTL 2025-2034 yang konon pembangkitan akan didominasi oleh energi terbarukan.
Untuk itu, menurut Fabby, IESR menkilai pemerintah perlu menyiapkan langkah taktis, seperti mempercepat pembangunan 9 GW energi kapasitas terbarukan di tahun ini.
Dia mengatakan, pemerintah juga perlu melancarkan implementasi dan pengoperasian jangka panjangnya. Komitmen yang disampaikan secara verbal dalam forum internasional tersebut perlu segera dituangkan dalam aturan yang jelas serta diintegrasikan dalam berbagai kebijakan energi.
Namun, menurut Fabby, Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang terbit pada November 2024, justru masih mempertahankan pencapaian target net zero 2060, bukan 2050. Sementara puncak emisi masih ditargetkan 2035, bukan di 2030 untuk konsisten dengan disampaikan presiden. Selain itu, RUKN juga masih memuat rencana pembangunan PLTU hingga 2035.
Fabby mengatakan, transisi energi merupakan proses yang panjang tetapi keputusannya harus dibuat sekarang sehingga memberi waktu untuk penyusunan perencanaan energi yang terintegrasi dan implementasi yang terukur. Keberanian presiden dan wapres untuk melawan status quo, kepentingan yang mempertahankan energi fosil, serta berbagai alasan untuk mengerdilkan upaya transisi energi, menjadi syarat agar meraih ketahanan dan swasembada energi yang selaras dengan Asta Cita.
Sesuai ambisi presiden menghentikan operasi PLTU di 2040, kajian IESR menemukan pengakhiran operasional PLTU batubara secara dini dapat diterapkan pada 105 unit PLTU (25 GW). Aksi ini berkontribusi terhadap hampir setengah pengurangan emisi kumulatif pembangkit listrik on-grid.
Dia mengatakan, komitmen presiden untuk pensiun dini PLTU batubara pada 2040-2045 harusnya disertai juga dengan penghentian pembangunan PLTU captive.
"Tidak hanya itu, upaya mempertahankan penggunaan batubara yang kotor dengan menggunakan teknologi CCS/CCUS yang belum teruji dapat menurunkan emisi secara signifikan harus dibandingkan efektivitas hasil dan biayanya, dengan pilihan pemanfaatan energi terbarukan, yang lebih bersih, murah dan pasti memangkas emisi,” kata Fabby.