Petani Lebanon serukan aksi darurat untuk atasi kekeringan parah

Di sebuah ladang terpencil di Lebanon selatan, seorang petani bernama Salem Abdallah (60), berlutut di samping tanahnya ...

Petani Lebanon serukan aksi darurat untuk atasi kekeringan parah

Beirut (ANTARA) - Di sebuah ladang terpencil di Lebanon selatan, seorang petani bernama Salem Abdallah (60), berlutut di samping tanahnya yang retak dan kering, sambil mengusap-usap debu dengan jarinya. Dia menatap langit, mencari tanda-tanda hujan, tetapi awan tetap tidak tampak.

"Tahun ini, Bumi seakan berbalik melawan kami," keluhnya, "Saat ini, yang bisa kami lakukan hanyalah berdoa," sebut Abdallah.Seperti ribuan petani lainnya di seluruh Lebanon, Abdallah sedang menghadapi salah satu kekeringan terburuk dalam sejarah akhir-akhir ini. Kurangnya curah hujan yang parah telah menyebabkan turunnya level air tanah di negara yang dilanda perang ini, mata air mengering, dan tanaman mati.Kekeringan yang parah ini tampak jelas dari data yang ada. Menurut laporan meteorologi dari Bandar Udara Internasional Rafic Hariri di Beirut, tingkat curah hujan pada musim dingin ini berkurang hampir separuhnya dibandingkan dengan tahun lalu. Pada periode 25 Januari hingga 31 Januari, curah hujan turun dari 520 mm menjadi hanya 242 mm di Beirut, dari 540 mm menjadi 247 mm di Tripoli, dan dari 285 mm menjadi 149 mm di Zahle.Ahli geologi Lebanon Jamal Khair menjelaskan bahwa peristiwa ini bukan sekadar nasib buruk, ini merupakan perubahan iklim yang sedang terjadi."Suhu Bumi sudah melampaui 1,5 derajat (Celsius) di atas tingkat pra-industri," ujarnya kepada Xinhua. Ini menyebabkan pola cuaca yang tidak menentu, kekeringan yang berkepanjangan, dan gelombang panas yang ekstrem. Kekurangan hujan di Lebanon secara langsung merupakan akibat dari perubahan global ini.

Foto yang diambil pada 23 Oktober 2024 ini menunjukkan orang-orang memetik buah zaitun di Hasbaya, Lebanon. ANTARA/Xinhua/Taher Abu Hamdan

Bagi para petani seperti Abdallah, statistik-statistik ini berarti penderitaan yang nyata.

Sami Alawieh, direktur jenderal Otoritas Nasional Sungai Litani, telah mengonfirmasi keparahan krisis tersebut. "Ketinggian air di Danau Qaraoun turun hingga setengah dari kapasitas totalnya," katanya. Hal ini tidak hanya memengaruhi irigasi, tetapi juga produksi tenaga listrik hidroelektrik, sehingga memperburuk krisis energi di Lebanon.


"Suhu dingin biasanya membunuh serangga dan cacing yang merusak tanaman. Namun, tanpa embun beku, hama-hama ini berkembang biak dan menyerang pohon buah-buahan serta tanaman dengan tingkat yang mengkhawatirkan," kata Abdallah.Insinyur pertanian Ghayath Hamdan memperingatkan bahwa kekeringan mengurangi hasil panen dan memengaruhi kualitas tanaman. "Buah-buahan dan sayuran menjadi lebih kecil, lebih rapuh, dan lebih rentan terhadap penyakit," paparnya. Tanaman tidak bisa tumbuh dengan baik tanpa adanya hujan, dan biaya irigasi terus meroket.Beberapa petani telah beralih mengandalkan truk tangki air untuk irigasi, tetapi biayanya sudah tidak terjangkau lagi. "Sekarang saya menghabiskan delapan persen lebih banyak untuk mengairi lahan saya," ungkap Omar Al-Khatib, seorang petani gandum di Lembah Bekaa. Banyak di antara kami yang tidak akan mampu bertahan lama dengan biaya seperti ini.Situasi tersebut sama mengerikannya bagi mereka yang bergantung pada sungai terpanjang sekaligus paling vital di Lebanon, yaitu Sungai Litani.Berdiri di tepi sungai, petani Talal Abu Fares melihat ke arah sungai yang dulunya mengalir deras. "Sungai Litani telah berubah menjadi aliran kecil," sebutnya. "Jika ini terus berlanjut, kami akan kehilangan segalanya, seperti tanaman, ternak, bahkan kemampuan kami untuk hidup di sini," keluhnya.

Foto yang diambil pada 15 November 2024 ini menunjukkan para petani memetik buah zaitun di Kokba, Lebanon. ANTARA/Xinhua/Taher Abu Hamdan

Selain ladang dan sungai, kekeringan juga mulai berdampak pada rumah tangga di Lebanon. Otoritas air telah mulai memberlakukan pembatasan ketat, mendorong warga untuk menghemat air sebanyak mungkin."Orang-orang lupa bahwa kekeringan tidak hanya berdampak pada petani," ujar Hamdan. Kekeringan berdampak pada kita semua, mulai dari air minum, sanitasi, bahkan kehidupan sehari-hari.Tanpa adanya solusi yang dapat diperkirakan dalam waktu dekat, para petani dan ahli di Lebanon menyerukan aksi darurat.Pada 23 Januari, Menteri Pertanian sementara Lebanon Abbas Hajj Hassan meluncurkan Rencana Manajemen Kekeringan Nasional pertama di negara tersebut, berkolaborasi dengan Organisasi Arab untuk Pengembangan Pertanian."Rencana ini merupakan tonggak penting bagi Lebanon, karena negara ini merupakan salah satu negara Arab terakhir yang mengembangkan strategi tanggap darurat kekeringan," ujar Haji Hassan.Menteri pertanian tersebut menekankan bahwa rencana itu bertujuan untuk memitigasi dampak ekonomi dan lingkungan akibat kekeringan, sekaligus memperkuat kerja sama dengan mitra-mitra Arab dan regional."Aksi bersama negara-negara Arab sangat penting dalam mengatasi tantangan iklim dan memastikan ketahanan pangan," sebut Haji Hassan, menyoroti pentingnya solusi berkelanjutan untuk mengatasi krisis air yang semakin memburuk di Lebanon.

Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2025