Pendamping Desa di Jember Perlu Dievaluasi, Jangan Terafiliasi Parpol

Pendamping Desa di Jember Perlu Dievaluasi, Jangan Terafiliasi Parpol. ????Pendamping desa di Kabupaten Jember, Jawa Timur, perlu dievaluasi. Proses rekrutmennya tidak boleh berdasarkan afiliasi politik kepartaian. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp

Pendamping Desa di Jember Perlu Dievaluasi, Jangan Terafiliasi Parpol

Jember (beritajatim.com) – Pendamping desa di Kabupaten Jember, Jawa Timur, perlu dievaluasi. Proses rekrutmennya tidak boleh berdasarkan afiliasi politik kepartaian.

Demikian benang merah rapat dengar pendapat Komisi A dengan Komite Informasi Masyarakat (KIM), di gedung DPRD Jember, Senin (3/2/2025). Rapat ini diikuti juga oleh Inspektur Inspektorat Jember Ratno Sembada Cahyadi dan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Jember Adi Wijaya.

Rapat bertolak dari informasi adanya pengelolaan dana desa (DD) dan anggaran dana desa (ADD) yang tidak transparan. “Banyak kepala desa yang terjerat hukum karena pelanggaran dalam penggunaan dana desa. Temuan banyak,” kata Koordinator KIM Miftahul Rachman.

Kendati ada penggunaan dana desa yang tidak tepat, Rachman tidak mau terburu-buru menuduh adanya niat jahat. “Bisa saja itu terjadi karena memang sumber daya manusia aparatur pemerintah desa kurang. Bisa jadi sumber daya manusianya tidak berkapasitas dan berkompeten. Tinggal kita benahi,” katanya.

Penyimpangan pengelolaan keuangan di desa hanya bisa dicegah dengan transparansi informasi publik. “Ini pintu masyarakat untuk terlibat dalam proses itu, dan ini dibenarkan dalam Undang-Undang Desa,” kata Rachman.

Lebih jauh lagi, Rachman menyebut persoalan penggunaan dana desa ini tak lepas dari peran pendamping desa. “Kami mendesak dilakukan evaluasi ulang terhadap seluruh pendamping desa yang ada, apalagi ini mendekati masa rekrutmen pendamping desa,” kata Rachman.

Rachman juga mendesak perekrutan pendamping desa oleh pemerintah dilepaskan dari kepentingan afiliasi politik tertentu. Perekrutan berdasarkan afiliasi dan preferensi politik tidak membuat anggaran negara efektif digunakan masyarakat.

Alfan Yusfi, anggota Komisi A DPRD Jember, mengakui banyaknya indikasi penyelewenangan dana desa sebenarnya bisa diantisipasi sejak awal oleh pendamping desa. Namun banyak dinamika di lapangan yang membuat pendamping desa kesulitan menjalankan tugas.

“Kepala desa punya legitimasi kuat di masyarakat, sehingga ketika pendamping desa harus menjadi filter, sesuatu yang salah bisa dianggap samar, bisa salah, bisa benar,” kata Alfan.

Apalagi, pendamping desa di Jember tengah mengalami kekurangan sumber daya manusia. “Jadi kami meminta dinas terkait agar rekrutmen pendamping desa harus betul-betul sesuai dengan kemampuannya,” kata Alfan.

Selain itu pengelolaan badan usaha milik desa (BUMDes) juga penting. “Selama ini yang jadi ketua BUMDes kadang kala orang yang tidak jelas kapasitas dan kompetensinya. Kami memberikan solusi kepada DPMD agar rekrutmen pengurus BUMDes harus diisi orang-orang yang punya inisiatif ke depan untuk mengelola dana desa melalui BUMDes ini tepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Alfan.

Langkah pertama yang harus dilakukan Pemkab Jember saat ini adalah mengupayakan sistem informasi pengelolaan DD dan ADD bisa terbuka. “Ada beberapa mekanisme yang harus dilaksanakan, seperti pembentukan PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi),” kata Alfan.

Komisi A meminta DPMD jember untuk menginstruksikan kepada pemerintah desa agar menyampaikan informasi melalui PPID. “Selain itu perlu ada pembinaan kepada kepala desa dan pendamping desa agar hal-hal yang bisa menyebabkan kesalahan pemahaman di masyarakat bisa diminimalkan,” kata Alfan.

Dalam rapat itu, ada kesepakatan antara organisasi non pemerintah dan semua pihak yang berwenang mengawasi pelaksanaan DD dan ADD tanpa berupaya mencari-cari kesalahan.

“Keterbukaan informasi publik adalah sarana agar DD dan ADD bisa dilaksanakan maksimal, sehingga tujuan pemerintah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, pencegahan stunting, dan lainnya bisa berjalan baik,” kata Alfan.

Alfan yakin ada penyimpangan dalam pengelolaan DD dan ADD selama ini. “Tapi mekanisme penanganannya kan juga kurang transparan, sehingga penegakannya seolah-olah tumpul. Tapi kami tidak melihat sisi itu. Kami ke depannya ingin agar pelaksanaan ADD dan DD bisa tepat untuk kepentingan masyarakat,” katanya.

Komisi A akan lebih evaluatif dalam mengawasi pelaksanaan DD dan ADD. “Tapi ketika ada hal-hal yang mumgkin terindikasi kuat adanya pelanggaran, kami bicarakan bersama dengan pihak yang berkompeten,” kata Alfan.

Miftahul Rachman mengingatkan kembali iIndikator keberhasilan pelaksanaan dana desa dan pendampingannya, yakni kemiskinan, stunting, tingkat pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan partisipasi publik.

Faktanya, lanjut Rachman, isu kemiskinan, stunting, dan pengangguran masih menguat. Begitu juga angka tengkes (stunting) yang masih tinggi. “Pertumbuhan ekonomi bergerak di situ-situ saja. Oleh karena itu, kami mendesak ruang publik dibuka untuk mendapatkan informasi tentang pemanfaatan dana desa,” katanya. [wir]