Saran KPK agar Penerima Subsidi Gas Melon Tepat Sasaran
KPK klaim punya saran agar penerima subsidi gas melon tepat sasaran, rekomendasi ini telah disampaikan di era kepemimpinan ESDM Arifin Tasrif.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti ketepatan penerima gas elpiji 3 kilogram.
Deputi Pencegahan dan Monitoring , Pahala Nainggolan, memiliki saran agar penerima gas melon menjadi .
Rekomendasi itu juga telah disampaikan ketika Kementerian ESDM dipimpin Arifin Tasrif.
Saat itu, ketepatan penerima gas melon harus tercapai karena sesuai dengan regulasi yang ada.
"Penerimanya itu (harus) orang miskin dan . Jadi kami ingin ketepatannya. Nah, karena data orang miskin sudah ada di Kemensos, yang DTKS kenapa enggak dipadankan saja," kata Pahala kepada wartawan, Selasa (11/2/2025).
Selain itu, juga sudah menyarankan agar pendistribusian tersebut sebaiknya diganti dengan bantuan langsung tunai (BLT) di daerah tertentu yang tidak menggunakan gas elpiji 3 kg.
"Kalau dia enggak punya kompor berarti kan dia enggak pakai," kata dia.
"Oleh karena itu kami sarankan kasih uang. Yang subsidi pemerintah diberikan langsung ke rekening sebagai tambahan dari BLT atau apapun namanya, lah. Itu jumlahnya pasti, orangnya juga pasti dan se-Indonesia bisa menikmati yang tergolong orang miskin atau UKM. Jadi itu yang kami sarankan," ujar Pahala.
Baca juga:
Diberitakan sebelumnya, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, mengungkap kebijakan menjadikan pengecer sebagai sub-pangkalan karena melihat kerugian negara yang besar akibat pendistribusian gas elpiji 3 kg.
Ketua umum Partai Golkar itu menyebut selama ini pemerintah sudah memberi berupa BBM, listrik, dan gas.
Untuk elpiji, kata Bahlil, negara selama setahun memberikan sebesar Rp87 triliun.
"Perintah Presiden Prabowo ke semua orang di kabinet adalah memastikan negara satu sen pun harus pasti sampai ke masyarakat," kata Bahlil pada Jumat (7/2/2025).
"Penggunaannya harus sampai ke rakyat. Apalagi elpiji ini menyangkut hajat hidup orang banyak," imbuhnya.
Bahlil mengaku sudah mendapat sejumlah laporan dari aparat penegak hukum, termasuk jika program ini rentan merugikan negara. Apalagi, jika tidak dilakukan penataan distribusi dan harga yang jelas.
Adapun soal ini, Bahlil menyebut negara memberi sebesar Rp36 ribu sehingga harganya menjadi Rp12 ribu per tabung.
Kemudian, Pertamina menjual gas melon dengan harga Rp12.750 dan seharusnya dijual hanya Rp15.000 oleh agen ke masyarakat.
Baca juga:
Hanya saja, Balil mengatakan fakta di lapangan ada yang menjual gas 3 kg tersebut hingga Rp30 ribu.
Sehingga, dugaannya ada celah oknum untuk melakukan praktik lancung dan salah satunya adalah penentuan harga dari pangkalan ke pengecer yang tidak terpantau.
"Jika kita asumsikan loss-nya total ada 25–30 persen, kali Rp87 triliun, itu sama dengan Rp25–26 triliun. Bayangkan. Ini lah, dalam rangka implementasi apa yang diarahkan oleh Presiden Prabowo, memastikan yang dikeluarkan pemerintah harus . Itu niatnya," kata Bahlil.