Siapkah Pembuat Lokal Indonesia Memasuki Era Mobil Listrik?
Pindad memiliki kesempatan bagus sebagai pembuat mobil listrik. Tapi perlu kesiapan akan masa depan. Hukum besi dalam bisnis tetap berlaku, semakin banyak yang masuk, banyak juga yang berguguran.
Era kendaraan listrik menawarkan demokratisasi dalam urusan membuat. Startup pembuat electric vehicle (EV) bermunculan di negara maju dan negara berkembang. Perusahaan yang sudah ada juga masuk ke industri pembuat EV. Namun hukum besi dalam bisnis tetap berlaku, semakin banyak masuk dalam bisnis, banyak juga yang berguguran. Sebut saja beberapa nama startup pembuat EV seperti Fisker, Canoo di Amerika Serikat dan Arrival di Inggris yang sepertinya menjelaskan takdir kebanyakan startup, layu hingga mati sebelum berkembang.
Di Indonesia juga sudah mulai hadir motor listrik. Produknya seperti Gesits buatan PT WIKA Tbk dan Alva One dari PT Indika Energy Tbk sudah dikomersialkan di Tanah Air. Adapun Maka masih dalam tahap pengembangan produk oleh startup Maka Motors. Untuk mobil listrik, ada jenis MV Cruiser bernama Morino yang sedang dikembangkan oleh PT Pindad.
Bagi kita di Indonesia, kehadiran mobil nasional yang dibuat oleh pabrikan lokal dan diberi merek sendiri masih menjadi mimpi panjang. Mulai dari program mobil nasional bernama Timor dan Maleo di jaman pemerintahan Soeharto dan BJ Habibie.
Program mobnas Timor awalnya dimulai dengan rebadging, mengganti emblem mobil dari Korea. Sementara proyek mobnas Maleo berangkat dari proses yang lazim dilakukan pembuat mobil. Konsep desain hingga prototipe dilakukan sendiri oleh sumber daya manusia lokal. Namun proyek Maleo terpaksa berhenti karena krisis ekonomi dan politik pada 1998.
Baru di era pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono periode kedua, program mobnas dimunculkan kembali dengan nama Esemka yang kemudian dipopulerkan oleh Joko Widodo, ketika itu masih Walikota Solo. Bahkan di era SBY periode kedua tersebut, beberapa proyek pengembangan mobil listrik dilakukan, dipimpin langsung oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan. Akan tetapi, lagi-lagi kisah menghadirkan mobil nasional berhenti.
Sekarang ini di era pemerintahan Prabowo Subianto, mimpi mobnas kembali coba dibangunkan dari tidur panjangnya dengan memperkenalkan mobil berbahan bakar diesel bernama Maung buatan Pindad sebagai kendaraan dinas presiden dan para menteri. Pindad juga sedang mengembangkan versi mobil listriknya bernama Morino. Pertanyaannya, akankah kali ini inisiatif membuat mobil nasional dengan merek sendiri menjadi kenyataan dan sukses secara bisnis atau bernasib sama seperti kisah-kisah sebelumnya?
Future Readiness
Riset terkini tentang masa depan perusahaan menjelaskan bahwa keberhasilan perusahaan di masa depan ditentukan oleh kesiapannya pada dunia yang akan dihadapinya. Pindad akan memiliki kesempatan bagus sebagai pembuat EV jika dunia yang terjadi di masa depan berpihak kepada pembuat kendaraan listrik.
Dunia yang berpihak pada pembuat EV akan ditandai dengan tingkat adopsi EV yang terus meningkat; sikap masyarakat terhadap EV yang semakin positif; daya beli masyarakat yang tinggi; adanya purchase subsidy bagi pembeli; insentif pajak untuk pembuat di dalam negeri; keberpihakan pemerintah pada tumbuhnya pembuat lokal dalam ekosistem bisnis kendaraan listrik; kebijakan pemerintah yang menggerakkan penyediaan infrastruktur pengisian baterai EV; dan kebijakan pemerintah yang membatasi penggunaan kendaraan ber-BBM. Inilah dunia ideal yang didambakan para pembuat EV. Tinggal bagaimana para pembuat di dalam ekosistem bisnis kendaraan listrik menyiapkan dirinya.
Bagi pembuat mobil listrik lokal seperti PT Pindad harus menyiapkan diri untuk bisa ‘fit’ dengan dunia yang dihadapinya. Kesiapan akan masa depan (future readiness) bisa dibagi menjadi lima perspektif: pendanaan, sumber daya, proses, rantai pasok, dan kepemimpinan. Tidak bisa dipungkiri dalam dunia bisnis berlaku aturan baku, yaitu yang menguasai pendanaan memiliki peluang besar untuk mewujudkan apapun yang diinginkannya.
Paling tidak itulah yang diperlihatkan oleh konglomerat raksasa Vietnam bernama Vingroup ketika mengembangkan mobil nasional pertama Vietnam yang bernama Vinfast. Seperti konglomerat pada umumnya, bisnis Vingroup meliputi sektor real estate, ritel, dan layanan di kesehatan dan hospitality sebelum masuk ke sektor pembuat mobil. Untuk bisnis membuat mobil ini, Vingroup hanya butuh waktu kurang dari 10 tahun untuk merealisasikan mobnas Vietnam pertama. Bagaimana bisa?
Meski belum memiliki kemampuan dalam desain kendaraan, teknologi mesin kendaraan, teknologi produksi kendaraan, tapi Vingroup sebagai konglomerat raksasa sudah memiliki kekuatan pendanaan yang kuat. Dengan dukungan dana yang besar, Vingroup awalnya membeli desain kendaraan dari rumah desain mobil ternama di Italia, Pininfarina; membeli teknologi mesin dengan lisensi dari pabrikan ternama BMW.
Setelah itu untuk fasilitas perakitan kendaraan harus dibangun di Vietnam karena mobnas yang ingin dibuat. Kembali Vingroup harus membeli berbagai teknologi otomasi dan robotik untuk merakit kendaraannya. Dengan pendanaan yang kuat Vingroup dapat menyiapkan sumber daya manusia maupun non-manusia untuk menjalankan serangkaian proses dalam bisnis membuat kendaraan. Sebagai big buyer dari banyak item yang harus diadakan untuk membuat kendaraan, kesiapan dalam mengorkestrasi rantai pasok diperlukan untuk mengamankan pasokan bahan baku maupun barang setengah jadi.
Lalu bagaimana jika pembuat lokal di Tanah Air tidak memiliki kecukupan dana seperti Vingroup dalam merealisasikan mobnas? Bagi Pindad yang ingin membuat kendaraan berbahan bakar minyak maupun listrik, justru sudah memiliki connected dots yang tidak dimiliki Vingroup di awalnya. Pindad yang sudah berpengalaman membuat senjata dan kendaraan khusus militer sudah memiliki sumber daya manusia dan non-manusia yang berkemampuan untuk menjalankan serangkaian proses membuat yang diperlukan juga untuk membuat kendaraan listrik.
Dengan demikian investasi yang diperlukan untuk menjadi pembuat kendaraan listrik dapat ditekan. Selain itu adanya ketersediaan nikel dan mineral lainnya yang diperlukan untuk membuat baterai mobil listrik dan adanya pembuat baterai mobil listrik di Indonesia akan membuat biaya total rantai pasok juga bisa ditekan.
Dan akhirnya kesiapan pembuat lokal untuk mampu membuat kendaraan listrik ditentukan oleh kepemimpinan yang kuat dari perusahaan pembuat. Belajar dari Vingroup, ada pemiliknya bernama Pham Nhat Vuong yang langsung mengeluarkan dana pribadinya untuk menjamin bisnis Vinfast terus berlangsung. Ada keberpihakan yang kuat dari sang pemimpin.
Untuk Pindad sebagai perusahaan negara, kepemimpinan yang kuat yang berpihak pada terwujudnya pembuat lokal dapat langsung dikomandoi oleh presiden. Lewat kebijakan yang berpihak pada perusahaan-perusahaan pembuat di sisi suplai lewat pemberian insentif pajak dan pemberian subsidi pembelian kepada masyarakat agar terjadi permintaan di pasar, ekosistem bisnis kendaraan listrik akan tumbuh dan sehat.
Justifikasi membuat kendaraan listrik oleh pembuat lokal tidak bisa dengan menggunakan pertimbangan ekonomis jangka pendek karena jawabannya akan No-Go. Menjadi pembuat lokal di industri otomotif perlu menyiapkan kekuatan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk menghadapi berbagai kemungkinan ‘dunia’ yang berbeda-beda di masa depan.
Keputusan untuk menyiapkan diri menghadapi masa depan harus diambil sekarang. Future readiness yang dibangun sekarang memang tidak menjamin pembuat lokal akan berhasil di masa depan. Tapi yang hampir pasti, jika membangun kesiapan diri tidak dilakukan pembuat lokal dari sekarang, masa depan tidak akan berpihak pada mereka. Ada baiknya mengingat pesan bapak pandu sedunia, Lord Baden Powell, yaitu Be prepared!