Sidang Razman vs Hotman Paris Ricuh, Peradi dan Otto Hasibuan Soroti Citra Profesi Advokat

Organisasi advokat Peradi dan Otto Hasibuan menyoroti perseteruan antara dua pengacara Hotman Paris dan Razman Arif pada Kamis (6/2/2025).

Sidang Razman vs Hotman Paris Ricuh, Peradi dan Otto Hasibuan Soroti Citra Profesi Advokat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Profesi advokat kembali menjadi sorotan setelah perseteruan sengit antara dan Razman Arif Nasution di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis (6/2/2025).

Dalam sidang kasus pencemaran nama baik, Razman duduk sebagai terdakwa, sementara Hotman hadir sebagai saksi korban. 

Sidang berlangsung panas setelah Razman meminta majelis hakim untuk menggelar sidang terbuka, namun permintaannya tidak dikabulkan.

Razman terus bersikeras hingga menyatakan sidang tidak akan berlanjut jika tidak dibuka untuk umum. 

Situasi semakin memanas ketika salah satu kuasa hukum Razman, Firdaus Oiwobo, naik ke meja persidangan, memicu kekacauan yang mengejutkan para pengunjung.

Baca juga:

Tidak berhenti di situ, Razman yang emosi menghampiri hingga nyaris terjadi adu jotos. Untuk menghindari bentrokan, petugas segera mengamankan Hotman. 

Berbeda dengan Razman yang terlihat emosi, Hotman justru tampak tenang dan sesekali tersenyum selama persidangan.

Kasus ini bermula dari tuduhan Razman terhadap yang dituduh melakukan asusila terhadap kliennya, Iqlima Kim.

Tidak tinggal diam, Hotman melaporkan Razman atas dugaan pencemaran nama baik, yang kini berujung pada persidangan ricuh di PN Jakarta Utara.

Ketua DPC Jakarta Barat, Suhendra Asido Hutabarat, menilai insiden tersebut sangat memalukan dan mencoreng citra advokat. 

"Kita dipertontonkan bagaimana advokat berada di ruang sidang dengan keadaan gaduh, teriak-teriak, bahkan ada yang naik ke atas meja," ujar Asido dalam pembukaan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan VI DPC Jakbar-UPN Veteran Jakarta, Jumat (7/2/2025).

Menurut Asido, kualitas advokat seharusnya mencerminkan profesionalisme dan menghormati proses persidangan. 

Namun, kejadian di PN Jakut justru menunjukkan sebaliknya. Ia mempertanyakan latar belakang organisasi advokat serta pendidikan profesi yang melahirkan advokat dengan sikap seperti itu.

Asido menuding Surat Keputusan Mahkamah Agung (SKMA) 73 Tahun 2015 sebagai biang kerok permasalahan dalam profesi advokat.