Status Ratusan Jukir di Jember Belum Jelas, Realisasi PAD Terancam Jeblok

Status Ratusan Jukir di Jember Belum Jelas, Realisasi PAD Terancam Jeblok. ????Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Jember, Jawa Timur, terancam jeblok, menyusul belum jelasnya status ratusan orang juru parkir. Mereka hingga saat ini belum menerima gaji, karena ketidakjelasan status tersebut. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp

Status Ratusan Jukir di Jember Belum Jelas, Realisasi PAD Terancam Jeblok

Jember (beritajatim.com) – Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Jember, Jawa Timur, terancam jeblok, menyusul belum jelasnya status ratusan orang juru parkir. Mereka hingga saat ini belum menerima gaji, karena ketidakjelasan status tersebut.

“Target PAD dari parkir sangat terancam dengan kondisi kekuatan sumber daya manusia yang ada,” kata Kepala Dinas Perhubungan Jember Agus Wijaya, Jumat (7/2/2025).

Setelah sistem parkir berlangganan dihapus dan diganti dengan pembayaran karcis maupun QRIS, sektor parkir tergantung pada kurang lebih 303 orang juru parkir di Jember yang berstatus tenaga honorer. Namun sampai saat ini status kontrak jukir belum jelas, sehingga mereka belum menerima upah untuk Januari.

Agus sudah mengumpulkan seluruh jukir yang selama ini digaji dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Jember untuk menjelaskan situasi terkini. “Regulasi sudah saya sampaikan, bahwa Dishub tidak punya kewenangan membuat kontrak baru atau menggaji,” katanya.

Dishub tidak bisa memaksa mereka tetap bekerja. “Mereka bisa memahami dan menerima setelah sebelumnya saya share petunjuk Pak Bupati di media sosial tentang kondisi non-ASN. Konsekuensinya, kalau tetap bekerja, mereka tidak menerima gaji,” kata Agus.

“Kalau dia tidak bekerja, itu jadi hak dia. Kalau dia menghendaki berhenti, tidak bekerja, dia diminta segera membuat laporan tidak bekerja. Kalau dia bekerja, maka dia harus menyetor pendapatan retribusi. Kalau dia tidak setor, ada komplain, ada laporan masyarakat, dan dia tidak bisa memberi bukti, maka itu pelanggaran berat. Kategori pungli,” kata Agus.

Soal pelanggaran ini, Dishub Jember terhitung tegas. Agus mengatakan, lebih dari 20 orang jukir diberhentikan karena tidak menyetor retribusi.

Sejauh ini, setelah mendapat taklimat ringkas dari Agus, sebagian besar jukir menyatakan tetap bertahan, dengan harapan menerima rapelan gaji pada April 2025. Selain itu, mereka berharap diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau PPPK paruh waktu. “Mereka sudah terdata di pangkalan data, karena masa kerja lebih dari dua tahun,” kata Agus.

Dengan kondisi saat ini, Agus berharap sektor parkir tahun ini tidak ditargetkan terlalu tinggi untuk menyumbang PAD sebagaimana 2024. Tahun lalu dari target Rp 19 miliar, Dishub Jember hanya bisa merealisasikan Rp 2 miliar.

“Kami minta kepada Badan Pendapatan Daerah untuk bisa mengevaluasi lagi sesuai hasil survei kami, sesuai potensi yang ada,” katanya.

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi C DPRD Jember, Januari 2025, Agus minta target Rp 3-4 miliar. “Tapi Dewan tidak mau. Saya sampaikan, kalau kita mengejar pendapatan, lebih baik parkir berlangganan saja,” katanya.

Dengan target Rp 4 miliar, Agus memperkirakan bisa terealisasi Rp 2 miliar pada Juni-Juli 2025. Target ini diperoleh dari penambahan jumlah lokasi parkir dari 171 menjadi 230 titik.

“Berdasarkan survei teman-teman, potensi tidak berubah. Katakanlah lebih banyak berkurang, karena jukir tidak menarik karcis dan sebagainya, berarti ada pertimbangan space 10-20 persen yang tidak ketarik,” kata Agus.

Dishub Jember mengandalkan sejumlah lokasi parkir yang selalu ramai, antara lain alun-alun, Plasa Johar Matahari, dan depan swalayan Nico.

Selain menambah jumlah titik parkir, Dishub Jember juga merangkul juru parkir liar yang disebut sebagai mitra jukir atau jukir non nomor kendali (NK). “Kalau mereka menarik ongkos parkir, maka masuk kategori pungli, dan akan kami tertibkan. Tapi kalau mereka bergabung (dengan Dishub) mengatur lalu lintas dan setor (ongkos parkir) sesuai kesepakatan, kami ajak kerja sama,” kata Agus.

Awalnya hanya ada 30-40 jukir liar yang menjadi mitra Dishub. Namun saat ini jumlahnya sudah mencapai 130 orang jukir non NK. “Jadi kalau menghitung kekuatan juru parkir Dishub, kalau dengan non NK, jumlahnya lebih dari 400 orang,” kata Agus.

Tidak khawatir terjadi kebocoran? “Mereka kan diberi karcis manual dan tanda tangan saat menerima karcis. Satu bundel seratus karcis, kan harus menjalankan, setor (sesuai kesepakatan). Maka jukir NK dan non NK tetap diberi bukti karcis. Kalau yang NK kami beri nomor QRIS, yang mitra kami beri bukti karcis,” kata Agus. [wir]