Bicara Rencana Penerapan Asas Dominus Litis dalam KUHAP, Akademisi Singgung Potensi Intervensi
Asas ini memberikan kewenangan lebih besar kepada Kejaksaan dalam menangani perkara sejak tahap penyelidikan hingga penyidikan.
![Bicara Rencana Penerapan Asas Dominus Litis dalam KUHAP, Akademisi Singgung Potensi Intervensi](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/kusep-soal-kuhap-nihhh.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kusen, Wakil Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah dan Dosen Filsafat UIN Jakarta bicara soal rencana penerapan asas dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Asas ini memberikan kewenangan lebih besar kepada Kejaksaan dalam menangani perkara sejak tahap penyelidikan hingga penyidikan.
Baca juga:
Namun, kebijakan ini menuai kritik karena dinilai berisiko mengganggu keseimbangan sistem peradilan pidana di Indonesia.
Revisi yang didasarkan pada Undang-Undang Kejaksaan Nomor 11 Tahun 2021 bertujuan meningkatkan efektivitas penegakan hukum.
Dengan , Jaksa tidak hanya bertindak sebagai penuntut, tetapi juga berwenang menentukan apakah suatu perkara dapat dilanjutkan atau dihentikan sejak tahap awal.
Pemerintah menilai kebijakan ini dapat mempercepat proses hukum dan mengurangi hambatan birokrasi.
Namun, sejumlah pihak menilai pemberian kewenangan besar kepada Kejaksaan justru dapat melemahkan prinsip checks and balances dalam sistem hukum.
Kusen menilai ada potensi penyalahgunaan wewenang serta tumpang tindih kewenangan dengan Kepolisian dan Kehakiman.
Menurutnya, kebijakan ini merupakan kesalahan dalam logika hukum.
Ia berpendapat bahwa solusi atas lemahnya penyelidikan seharusnya bukan dengan mengalihkan kewenangan ke Kejaksaan, melainkan meningkatkan kapasitas penyidik Polri.
Baca juga:
"Jika yang dianggap sebagai masalah adalah kurangnya kualitas SDM di Kepolisian, maka yang perlu dilakukan adalah pelatihan dan peningkatan kapasitas penyidik. Jika SDM Kejaksaan juga lemah, apakah itu akan menyelesaikan masalah? Justru bisa memperburuk keadaan," kata Kusen kepada wartawan, Sabtu (8/2/2025).
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini dapat membuka celah bagi intervensi politik dan kriminalisasi terhadap pihak-pihak tertentu.
Dengan Jaksa memiliki kendali penuh sejak tahap awal , sistem hukum bisa semakin rentan terhadap tekanan politik dan kepentingan tertentu.
Hingga saat ini, perdebatan mengenai asas masih terus berlanjut. Para pemangku kepentingan diharapkan dapat menemukan solusi yang tidak hanya mempercepat proses hukum, tetapi juga tetap menjaga prinsip keadilan dan supremasi hukum di Indonesia.