GAPKI Waswas Penerapan Biodiesel B50 Bisa Kerek Inflasi dan Harga Minyak Goreng

Program biodiesel B50 yang meningkatkan campuran minyak nabati dan solar berpotensi mendorong inflasi dengan meningkatkan harga minyak goreng domestik, menurut Ketua Umum Gapki Eddy Martono.

GAPKI Waswas Penerapan Biodiesel B50 Bisa Kerek Inflasi dan Harga Minyak Goreng

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia () mengingatkan bahwa implementasi program campuran minyak nabati dalam solar sebesar 50% (B50) dapat mendorong inflasi dan berdampak pada harga minyak goreng jika diterapkan tahun depan.

Ketua Umum Gapki Eddy Martono menyatakan bahwa program biodiesel B50 ini berpotensi mengurangi pasokan minyak sawit mentah (CPO) global karena kontribusi Indonesia yang signifikan.

“Kami di hulu industri biodiesel tidak ada masalah dengan program B50, hanya pemerintah harus memutuskan mana yang menguntungkan untuk negara,” kata Eddy kepada Katadata.co.id, Selasa (4/2).

Eddy menjelaskan, Indonesia menyuplai hampir 56% dari volume CPO global, yang setara dengan sekitar 20% dari total ekspor minyak nabati dunia. Jika program B50 diterapkan, ekspor CPO Indonesia dapat berkurang sekitar 6 juta ton per tahun.

Meski demikian, di sisi hulu industri biodiesel, Gapki tidak memiliki keberatan terhadap program ini, tetapi menyarankan pemerintah untuk mempertimbangkan dampak yang lebih luas, termasuk keuntungan negara.

Pungutan Ekspor CPO dan Dampaknya pada Biaya Produksi

Program biodiesel, yang terbuat dari campuran solar dan produk turunan CPO (Fatty Acid Methyl Ester/FAME), masih bergantung pada dana dari Pungutan Ekspor CPO untuk menutupi selisih harga antara solar dan FAME.

Pada periode Januari-September 2024, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mencatat bahwa dana yang terkumpul mencapai Rp 17,03 triliun. Pada saat yang sama, total ekspor CPO Indonesia mencapai 21,55 juta ton, dengan produksi biodiesel nasional sebesar 8,35 juta ton.

Eddy juga mengingatkan agar pemerintah mengkaji kesiapan industri biodiesel domestik dalam memproduksi B50. Sebab, pabrik biodiesel harus siap meningkatkan kapasitas produksi FAME.

"Program B50 jangan hanya dilihat dari kesiapan bahan baku, tapi juga dilihat apakah industri pengolahan biodiesel sudah siap secara kapasitas produksi atau belum," ujarnya.

Proyeksi Produksi Biodiesel 2024 

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa produksi biodiesel Indonesia pada 2024 diperkirakan akan melebihi target pemerintah sebesar 116%, dengan produksi mencapai 11,3 juta ton.

Produksi biodiesel ini diperkirakan dapat menyumbang nilai tambah sebesar Rp 20,98 triliun dan menyerap tenaga kerja hingga 1,96 juta orang. Selain itu, Bahlil mencatat bahwa peningkatan produksi biodiesel berpotensi menghemat impor solar hingga 7,9 juta ton.

“Kalau program B40 pada 2025 berjalan lancar, kami akan dorong program ini menjadi B50 pada 2026. Dengan demikian, mudah-mudahan kami tidak lagi mengimpor solar,” ungkap Bahlil di kantornya, Senin (3/2).

Bahlil optimistis jika program B40 berjalan sukses pada 2025, maka B50 dapat segera diterapkan pada 2026, yang akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor solar. “Dengan implementasi B50, harapannya kita mudah-mudahan tidak lagi mengimpor solar,” ujarnya.

Dengan mempertimbangkan berbagai aspek, Gapki dan pemerintah perlu memastikan bahwa program B50 diterapkan dengan langkah yang hati-hati agar dampaknya dapat dikelola secara efektif.

Reporter: Andi M. Arief