KPPU Buktikan Google Monopoli Persaingan Usaha dengan Membatasi Metode Pembayaran
Google dinilai terbukti mewajibkan para pengembang aplikasi untuk menggunakan Google Play Billing dan menghukum bagi yang menolak kebijakan tersebut.
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyoroti sejumlah hal yang membuktikan dugaan monopoli pasar oleh Limited Lialibility Company (LLC). Majelis Komisi menilai Google terbukti mewajibkan para pengembang menggunakan Google Play Billing (GPB) sebagai sistem pembayaran saat mendistribusikan aplikasi lewat Google Play Store.
Majelis Komisi mengatakan kewajiban penggunaan GPB Sistem merugikan para pengembang aplikasi di Indonesia. "Pembatasan metode pembayaran tersebut berimbas pada berkurangnya jumlah pengguna aplikasi, penurunan transaksi yang berkorelasi dengan turunnya pendapatan, serta kenaikan harga aplikasi hingga 30 persen akibat peningkatan biaya layanan," ujar KPPU dalam keterangan resminya pada Rabu, 22 Januari 2025.
Majelis Komisi menemukan cara Google lewat Google Play Store yang menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar toko aplikasi untuk perangkat seluler berbasis Android melancarkan monopolinya. Menurut fakta persidangan, Google menjatuhkan sanksi bagi pengembang aplikasi yang menolak memakai Google Play Billing System. Sanksi itu berupa penghapusan aplikasi dari Google Play Store dan tidak mengizinkan pembaruan pada aplikasi.
"Akibatnya beberapa aplikasi hilang dari Google Play Store karena developer aplikasi tidak mengikuti kebijakan GPB System," kata KPPU. Para pengembang juga harus menerima konsekuensi seperti kesulitan menyesuaikan antarmuka pengguna (user interface) dan pengalaman pengguna (user experience). Sehingga, Majelis Komisi meyakini sanksi Google menambah kerumitan para pengembang dalam mempertahankan daya saing di pasar.
Berdasarkan bukti dan fakta yang terungkap di persidangan,
Majelis Komisi menyimpulkan Google LLC terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar Pasal 17 dan Pasal 25 huruf b
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Namun, Majelis Komisi memutuskan
tidak terdapat cukup bukti untuk membuktikan Google
melanggar
Pasal 19 huruf a dan huruf b, serta Pasal 25 ayat (1) huruf
a.
Atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi memerintahkan Google LLC membayar denda sebesar Rp202.500.000.000 (Rp 202,5 miliar) yang harus disetorkan ke kas negara sebagai pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha. Majelis Komisi juga menginstruksikan Google LLC menghentikan kewajiban penggunaan Google Play Billing dalam Google Play Store.
Di sisi lain Google menolak putusan KPPU dalam sidang putusan pada Selasa, 21 Januari 2025. Kami tidak sepakat dengan keputusan KPPU dan akan menempuh jalur banding," kata perwakilan Google dalam keterangan resminya pada Rabu, 22 Januari 2025. Google meyakini kebijakan yang ada saat ini berdampak positif pada ekosistem aplikasi di Indonesia.
Dampak itu, kata Google, adalah mendorong terciptanya lingkungan yang sehat dan kompetitif melalui penyediaan platform yang aman serta akses ke pasar global. Google juga mengklaim telah menyediakan alternatif sistem penagihan sesuai pilihan pengguna (User Choice Billing) di Google Play. Sehingga Google menjamin adanya keberagaman pilihan bagi pengembang aplikasi saat menggunakan layanan Google.
Di tengah sengketa persaingan usaha, Google menyampaikan komitmennya untuk patuh kepada hukum Indonesia. "Kami akan terus berkolaborasi secara konstruktif dengan KPPU dan seluruh pihak terkait sepanjang proses banding berjalan," ucap perwakilan Google.
Selain oleh KPPU, perkara berkaitan dengan Google Play Billing juga ditangani oleh berbagai otoritas persaingan usaha lain. Salah satunya, Competition Commission of India (CCI) pada Oktober 2022 menjatuhkan sanksi Rs 936,44 crore atau sekitar Rp 1,76 triliun atas Google karena telah menyalahgunakan posisi dominan dalam kebijakan Play Store-nya.
Usai putusan itu, Google menghentikan penegakan atas Google Play Billing-nya dan mengajukan keberatan atas putusan CCI tersebut ke National Company Law Appellate Tribunal (NCLAT). Proses tersebut masih bergulir.
Kemudian, Competition and Market Authority (CMA) Inggris juga melakukan investigasi serupa sejak 10 Juni 2022. Google mengajukan proposal komitmen dan ditolak oleh CMA pada 21 Agustus 2024, sekaligus menutup kasus atas dasar prioritas administratif.
Adil Al Hasan berkontribusi pada penulisan artikel ini.