Kusnadi Klaim Hasto Kristiyanto Tidak di PTIK Saat KPK Hendak Tangkap Harun Masiku Pada 2020 Silam
Kusnadi mengklaim Hasto Kristiyanto tak berada di Kompleks PTIK saat KPK kan melakukan tangkap tangan atau OTT terhadap Harun Masiku.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf pribadi Sekjen PDIP , mengklaim atasannya tak berada di Kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan tangkap tangan atau OTT terhadap pada 8 Januari 2020 silam.
Adapun hal itu diungkapkan saat dihadirkan tim kuasa hukum Hasto dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri , Jumat (7/2/2025).
Awalnya mengatakan dirinya sudah menjadi staf pribadi Hasto saat terjadinya peristiwa OTT pada tahun 2020 lalu di , .
Ketika ditanya tim hukum Hasto, Ronny Talapesy, pun menjelaskan Hasto tidak ada di saat proses OTT tersebut.
"Pertanyaan saya, pada peristiwa 8 Januari 2020 adakah Pak ke ?," tanya Ronny.
"Tidak ada," klaim Kusnadi di persidangan.
Baca juga:
Lebih jauh dalam keteranganya di persidangan, juga mengaku tidak mendapat perintah apapun dari Hasto termasuk yang berkaitan dengan .
Menurutnya, pada saat itu Hasto juga tidak pernah sama sekali bercerita kepadanya menyangkut buronan tersebut.
"Tidak pernah, ke saya itu bapak tidak pernah cerita," ucapya.
Adapun pernyataan ini berbanding terbalik dengan pernyataan yang diberikan tim Biro Hukum pada sidang sebelumnya, Kamis 6 Februari 2025 kemarin.
Dalam sidang kemarin Biro Hukum menerangkan, bahwa selain akan melakukan OTT terhadap Harun Masiku, penyidik KPK juga melakukan pengejaran terhadap Hasto yang diduga juga lari ke PTIK.
Baca juga:
Namun di tengah upaya itu petugas justru diamankan oknum kepolisian pada saat hendak melakukan operasi tangkap tangan.
Tak hanya ditangkap, petugas saat itu juga diketahui sampai diminta melakukan tes urine narkoba oleh segerombolan orang yang dipimpin seorang perwira menengah (pamen) Polri bernama AKBP Hendy Kurniawan.
Tim Biro Hukum mengatakan oknum polisi yang menangkap hingga memerintahkan petugasnya untuk tes urine narkoba itu diduga merupakan orang suruhan dari Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDIP, selaku pemohon praperadilan.