Penempatan Prajurit TNI Aktif Dijabatan Sipil, Imparsial: Orde Baru Jilid 2
Penempatan TNI aktif pada jabatan sipil dinilai sebagai bentuk Orde Baru jilid dua. TNI saat ini sudah terlalu banyak terlibat dalam urusan sipil.
![Penempatan Prajurit TNI Aktif Dijabatan Sipil, Imparsial: Orde Baru Jilid 2](https://statik.tempo.co/data/2020/10/16/id_974070/974070_720.jpg)
TEMPO.CO, Jakarta - Penempatan prajurit militer aktif pada jabatan sipil banyak dikritisi oleh sejumlah pengamat. Salah satunya Wakil Direktur Hussein Ahmad menganggap penunjukan anggota aktif pada pemerintahan Subianto merupakan bentuk Orde Baru jilid dua.
"Ini kita sudah balik kepada Orde Baru jilid dua dengan segala perangkatnya yaitu dwifungsi ABRI dan militer di sipil gitu ya," ucap Hussein saat dihubungi Tempo melalui aplikasi perpesanan pada Selasa, 11 Februari 2025.
Menurut dia, kondisi pemerintahan saat ini seperti zaman Presiden kedua Indonesia Soeharto. Hussein menilai TNI sudah terlalu banyak terlibat pada urusan dalam negeri atau sipil.
Padahal, kata dia, TNI ditugaskan oleh negara untuk mengurus mengenai pertahanan negara dari ancaman perang. "Mulai juga banyak TNI terlibat di urusan sipil kita bisa lihat Proyek Strategis Nasional (PSN), terakhir kemudian, Prabowo bikin Dewan Pertahanan Nasional," kata dia.
Hussein turut menyinggung pernyataan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengenai penertiban kawasan hutan melalui Dewan Pertahanan Nasional (DPN). Menurut dia, keterlibatan militer dalam urusan sipil juga menyerupai zaman Orde Baru.
"Kemudian Sjafrie Sjamsoeddin kemarin bilang bahwa militer bisa mengelola hutan untuk kepentingan sawit misalnya, nah itu kan cara-cara yang persis seperti Orde Baru," ujar Hussein.
Adapun pernyataan Sjafrie tersebut saat penyelenggaraan rapat bersama Komisi I DPR RI pada Selasa, 4 Februari 2025. Pada saat itu, Sjafrie mengatakan bahwa Dewan Pertahanan Nasional akan bertugas mengobservasi seluruh permasalahan nasional di Indonesia.
Ia mencontohkan DPN bahkan bisa ikut mengambil peran dalam urusan penertiban kawasan hutan, khususnya pelanggaran hukum oleh pengusaha kelapa sawit. Menurut Sjafrie peran DPN dibutuhkan karena pelanggaran semacam itu berpotensi mengganggu kedaulatan ekonomi Indonesia. "Dalam hal ini, ada peraturan presiden untuk menertibkan kawasan hutan," kata Sjafrie.
Namun Sjafrie yang juga menjabat sebagai Ketua Harian DPN, menyebut lembaganya tidak memiliki otoritas operasional. Tugas DPN akan terbatas hanya untuk memberikan rumusan solusi untuk didelegasikan kepada instansi lain yang memiliki otoritas untuk mengeksekusi persoalan di lapangan.
"DPN punya peran tugas dan fungsi untuk merumuskan solusi kebijakan dan tindakan strategis yang harus diambil oleh negara melalui keputusan presiden," kata Menhan. Saat ini Sjafrie juga diminta Presiden Prabowo Subianto memimpin Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan.
Hammam Izzuddin berkontribusi dalam pembuatan artikel ini.