Perlunya Intervensi Keluarga untuk Mencegah Anak Stunting

Dokter anak menjelaskan pentingnya keterlibatan berbagai pihak dalam proses penurunan stunting, mulai dari tenaga kesehatan hingga keluarga.

Perlunya Intervensi Keluarga untuk Mencegah Anak Stunting

TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis anak di Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita Jakarta, Novitria Dwinanda, mengatakan intervensi pada keluarga dan lingkungan terdekat anak adalah kunci menangani . Ia juga menjelaskan pentingnya keterlibatan berbagai pihak dalam proses penurunan stunting, mulai dari tenaga kesehatan hingga keluarga, yang sangat berkontribusi pada upaya mewujudkan Generasi Maju Bebas Stunting.

"Penanganan anak dengan risiko stunting adalah dengan intervensi keluarga dan lingkungan terdekat anak, dibarengi  peningkatan pemahaman tentang pemantauan pertumbuhan, pemberian nutrisi tepat, dan pemahaman diagnosis stunting," katanya, Jumat, 24 Januari 2025.

Novi menjelaskan berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkan , di antaranya pemahaman orang tua tentang stunting yang rendah sehingga kurang memperhatikan asupan ibu selama kehamilan serta asupan anak seperti kecukupan ASI dan praktik pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) yang tidak tepat. Selain itu juga rendahnya pemantauan tumbuh kembang anak secara rutin karena kesadaran masyarakat dan terbatasnya akses ke fasilitas kesehatan.

"Masih banyak orang tua di Indonesia sulit menerima kenyataan atau malu jika anaknya terdiagnosis stunting dan cenderung menyangkal diagnosis lalu menolak dirujuk ke rumah sakit agar mendapatkan penanganan komprehensif," ujarnya.

Pentingnya skrining
Karena itu, skrining atau pemeriksaan dini dan sistem rujukan sangat penting dalam mewujudkan Generasi Maju Bebas Stunting (GMBS) sebab skrining menjadi kunci dalam deteksi awal sehingga intervensi dapat dilakukan dengan cepat.

"Skrining efektif mencakup pengukuran tinggi, berat badan, dan penilaian status gizi untuk memastikan anak tumbuh sesuai standar sehingga deteksi dini memungkinkan penanganan tepat, mengurangi risiko komplikasi, dan memastikan anak mendapatkan perawatan optimal," paparnya.

Sedangkan rujukan melalui terapi stunting dapat memastikan anak menerima intervensi yang tepat seperti suplementasi gizi, perubahan pola makan, dan pemantauan intensif. "Melalui rujukan yang tepat, anak dapat mengakses sumber daya yang diperlukan untuk memperbaiki status gizi dan mencegah dampak jangka panjang stunting," tuturnya

Menurut hasil Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023 yang diterbitkan Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,5 persen. Angka tersebut hanya mengalami penurunan 0,1 persen dari tahun sebelumnya, yakni 21,6 persen. Penurunan itu masih jauh dari target yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yaitu 14 persen pada 2024.

Untuk itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) melakukan penyesuaian target menjadi 18,8 persen di 2025 dan diharapkan pada akhir masa RPJMN 2025-2029 dapat mencapai 14,2 persen.