Raden Saleh dan Sultan Hamid II pun Aktif di Tarekat Freemason
Raden Saleh, pelukis Indonesia, menjadi anggota Tarekat Freemason di Belanda pada 1836. Di loji Surabaya, pada 1844, Abdul Rahman (keturunan Sultan Pontianak), menjadi anggota tarekat ini. Sultan Pontianak Sultan...
![Raden Saleh dan Sultan Hamid II pun Aktif di Tarekat Freemason](https://static.republika.co.id/files/themes/retizen/img/group/favicon-rep-jogja.png)
![](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/250211154612-378.png)
Sebelum pendudukan Jepang, ada 25 loji Tarekat Freemason Hindia Belanda. Begitu Jepang menduduki Jawa, orang-orang Belanda ditangkap, loji-loji menjadi sepi kegiatan.
Pada 1948, baru ada delapan loji yang bisa aktif kembali. Di loji-loji itu, anggota Tarekat Freemason mengadakan pertemuan.
Dr Th Stevens bercerita di bukunya yang membahas Freemason di Hindia Belanda mengenai gambaran pertemuan di loji pada awal abad ke-19. Selain Pakualam V, Pakualam VI, Pakualam VII, Kapolri Sukanto, ternyata ada pula pelukis Raden Saleh dan Sultan Pontianak Sultan Hamid II yang tercatat sebagai anggota Tarekat Freemason ini.
Scroll untuk membaca
Scroll untuk membaca
Sebelum digabung pada 1837, ada dua loji Tarekat Freemason di Batavia, yaitu La Fidele Sincerite dan La Virtueuse. Pertemuan diadakan dengan memenuhi aturan protokol.
Misalnya, pada pukul 18.00 loji harus sudah terang benderang. Ada 12 pengatur acara yang akan menyambut para undangan. Pengatur acara harus sudah hadir pukul 17.30. “Guna mengawasi supaya semuanya beres pada pukul enam.” Demikian aturan di butir ketiga dari 27 butir aturan protokol yang dicatat oleh Dr Th Stevens.
Jika semua sudah duduk di tempatnya, acara dimulai dengan pidato pembukaan. Bagi yang tidak kebagian tempat duduk, aturannya, para saudara harus berdiri di belakang saudari.
Setelah pidato, acara dilanjutkan dengan menyanyikan dua bait lagu yang ada di buku nyanyian dalam bahasa Belanda. Setelah acara bernyanyi selesai, Suhu Agung Loji La Fidele Sincerite memulai acara dansa dengan Suster Pertama Loji La Virtueuse dengan tari menuet.
Pada pukul 22.30 saat makanan sudah siap, Suhu Agung diberitahu untuk beralih ke acara makan. Suhu Agung dari masing- masing loji duduk berhadapan. Acara makan dilakukan secara hening, tidak ada nanyian, tidak ada pengatur acara yang berbicara.
Untuk melakukan toast, mereka menunggu adanya ketukan palu. Ketika acara makan sudah selesai, pengatur acara cukup mengetukkan palu. Itu menjadi penanda bahwa hidangan harus diangkat dari meja.
Selain atutran protokol acara, ada pula aturan syarat kehadiran. Setiap anggota yang hadir harus membayar 40 sen. Jika anggota membawa saudara dari loji lain, ia harus membayar untuk saudaranya itu juga sebesar 40 sen.
Peti kecil disiapkan sebagai wadah pembayaran. Seorang pengawas akan mencatatnya dan ditandatangani oleh anggota yang menyerahkan bayaran. Pengawas akan melaporkan catatan kepada bendahara pada hari pertama bulan baru. Bendahara akan membuka kotak, lalu menghitung dan mencocokkan dengan catatan.
“Anggur, bir, lilin, minuman keras, pipa, kartu, kopi, dan teh yang digunakan dalam pertemuan-pertemuan ini akan diambil dari Persediaan Umum Loji, sehingga pengawas tidak perlu mengurus yang lain, kecuali minyak dan susu,” tulis Dr Th Stevens di buku tentang Tarekat Freemason di Hindia Belanda. Pengawas mendapat gaji lima sen per bulan.
Karena masing-masing loji semakin menyusut anggotanya, maka pada 1837 kedua loji itu digabung menjadi satu dalam Loji Ster in het Oosten. Pada tahun sebelumnya, yaitu pada 1836, pelukis Raden Saleh menjadi anggota Tarekat Freemason di Loji Eendracht Maakt Macht di Den Haag, Belanda.
Sultan Hamid II yang menjadi menteri negara RIS, menjadi anggota Tarekat Freemason pada 1948 di Jakarta. Buyut Sultan Hamid II yang bernama Abdul Rachman (keturunan Sultan Pontianak), meniadi anggota Tarekat Freemaon pada 1844 di Surabaya.
Loading...