Relokasi Industri ke Indonesia Dinilai Sangat Menguntungkan di Tengah Kenaikan Pajak AS

Eko SA Cahyanto, menyebut industri yang merelokasi manufakturnya ke Indonesia pasti akan untung, hal tersebut juga diamini oleh para investor baru

Relokasi Industri ke Indonesia Dinilai Sangat Menguntungkan di Tengah Kenaikan Pajak AS

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menaikkan tarif pajak barang impor dari Kanada, Meksiko dan China.

Kebijakan kenaikan pajak tersebut ditandatangani Trump pada Sabtu (1/2/2025), dimana kenaikan tarif pajak 25 persen diterapkan untuk barang dari Kanada dan Meksiko, serta bea masuk 10 persen untuk barang-barang dari China.

Baca juga:

Untuk mengakali tingginya pajak yang diterapkan AS, banyak industri memilih merelokasi fasilitas produksi mereka ke negara yang tarif impor di Amerika lebih rendah, seperti yang dilakukan manufaktur di China ke Indonesia.

Sekretaris Jenderal , menyebut industri yang merelokasi manufakturnya ke Indonesia pasti akan untung, hal tersebut juga diamini oleh para investor baru.

"Sebenarnya merelokasi ke Indonesia itu pasti menguntungkan. Dari mereka yang melakukan relokasi ke Indonesia, mereka menyampaikan bahwa itu menguntungkan," tutur Eko usai acara Dialog Nasional Optimalisasi Kawasan Industri di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Kamis (6/2/2025).

Baca juga:

Untuk rencana pengenaan pajak impor negara tujuan relokasi China, Kanada maupun Meksiko, Eko menilai situasi ekonomi global akan berkembang dan sangat dinamis.

Artinya, sebuah kebijakan tidak akan serta merta mengubah situasi. Untuk relokasi dan investasi, setiap negara memiliki pandangan beragam akan situasi tersebut.

"Kalau mereka merelokasi ke Indonesia berarti Indonesia menurut mereka punya potensi yang lebih baik daripada negara lain," ucap Sekjen Kemenperin.

Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) Sanny Iskandar, menambahkan saat ini semakin ramai investasi baru hingga pihaknya sedikit kewalahan.

"Terus terang kita lagi kerepotan karena beberapa relokasi yang ada dan itu relokasi bahkan bukan dari China saja,  tapi juga dari negara yang sebelumnya mereka membangun pabrik, misalkan di Vietnam dan sebagainya. Jadi intinya memang kita sudah nggak ada waktu lagi," jelas Sanny.

Sanny meminta dukungan dari pemerintah agar prosedur dan proses pengurusan investasi para pemodal baru bisa kian mudah untuk diakses.

"Kita ini sebagai pengelola, sebagai pengembang harus didukung. Mulai dari urusan-urusan yang berhubungan dengan masalah perizinan, masalah untuk penyediaan infrastruktur dan utilitas, masalah menghadapi gangguan-gangguan keamanan gitu. Jadi saya rasa itu sudah nggak bisa ditawar-tawar lagi lah," terang Sanny.

Potensi ini harus mulai diperhatikan serius agar momentum untuk optimalisasi pertumbuhan ekonomi dengan target 8 persen bisa tercapai.

"Kalau nggak ya kesempatan itu hilang. Pertumbuhan ekonomi jangankan 8 persen, 6 persen, 7 persen. Ini kalau nggak didukung oleh pertumbuhan industri manufaktur yang luar biasa itu nggak akan mungkin tercapai," ucap Ketum HKI.