Sejumlah pakar dan praktisi hukum kupas tuntas RUU KUHAP di Jember

Sejumlah pakar dan praktisi hukum mengupas secara tuntas tentang Rancangan Undang Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dalam diskusi yang digelar Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Tapal Kuda di Kabupaten Jember, ...

Sejumlah pakar dan praktisi hukum  kupas tuntas RUU KUHAP di Jember

Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Sejumlah pakar dan praktisi hukum mengupas secara tuntas tentang Rancangan Undang Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dalam diskusi yang digelar Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Tapal Kuda di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis.

Beberapa narasumber dalam diskusi berjudul "RUU KUHAP: Jalan Menuju Penegakan Hukum yang Setara" yakni Ketua APTHN-HAN Prof.Noor Harisudin, Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (FH Unmuh) Jember Ahmad Suryono, dan DPC Peradi Jember Lutfian Ubaidillah.

"Jika RUU KUHAP tidak dirumuskan dengan bijak, maka akan berpotensi menimbulkan kekacauan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia," kata Ketua Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Prof Noor Harisudin dalam diskusi tersebut.

Ia mengatakan bahwa partisipasi publik dalam pembentukan RUU KUHAP sangat penting karena perumusan yang baru harus melibatkan berbagai pihak, termasuk akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat luas.

"Selain itu, kajian mendalam terhadap kelemahan KUHAP lama harus menjadi bahan evaluasi agar undang-undang yang baru tidak justru menimbulkan permasalahan baru," tuturnya.

Menurutnya salah satu poin krusial yang menjadi perhatian adalah penghapusan tahap penyelidikan dalam proses hukum, sehingga hal itu dapat mengancam prinsip perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).

"Proses penyelidikan adalah tahap awal yang sangat penting dalam memastikan apakah suatu perkara layak naik ke tahap penyidikan," katanya.

Sementara Dekan FH Unmuh Jember Ahmad Suryono mempertanyakan motif di balik pemangkasan kewenangan aparat penegak hukum (APH) dalam RUU KUHAP karena revisi itu berpotensi menciptakan keadilan yang semu dan malah menimbulkan ketidakpastian hukum.

"RUU KUHAP yang baru memang bertujuan menciptakan keadilan hukum yang lebih cepat, namun cepat belum tentu tepat. Sistem peradilan pidana harus menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian agar tidak mencederai hak-hak masyarakat,” katanya.

Hal senada juga disampaikan praktisi hukum dari DPC Peradi Jember Lutfian Ubaidillah mengatakan bahwa RUU KUHAP yang dinilai masih memiliki banyak kekurangan dan terkesan mengurangi kewenangan salah satu APH.

"Saya menyoroti adanya pasal yang dinilai mengebiri salah satu instansi dalam sistem peradilan pidana. Sistem peradilan yang terintegrasi harus diperkuat, bukan justru dikurangi kewenangannya," ujarnya.