Selamatnya harapan melalui perbaikan sistem pendidikan
Dalam setiap langkah di dunia pendidikan, sebuah bangsa sedang menanamkan harapan besar pada masa depan generasi ...
![Selamatnya harapan melalui perbaikan sistem pendidikan](https://img.antaranews.com/cache/1200x800/2025/02/07/4556E53B-D573-4DC3-B199-BE4C3D3CF9AD.jpeg)
Jakarta (ANTARA) - Dalam setiap langkah di dunia pendidikan, sebuah bangsa sedang menanamkan harapan besar pada masa depan generasi penerusnya.
Para siswa belajar, berusaha, dan bermimpi untuk meraih kesempatan terbaik, termasuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri (PTN) melalui Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).
Namun, bagaimana jika semua usaha itu kandas bukan karena kurangnya kemampuan atau semangat mereka, melainkan akibat kelalaian administratif yang bisa dihindari?
Ini bukan sekadar soal data yang salah, tetapi tentang bagaimana sistem pendidikan di negeri ini seharusnya berfungsi untuk melindungi dan mendukung para siswa, bukan sebaliknya.
Kesalahan dalam pengisian Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS) menjadi contoh nyata bagaimana administrasi yang lalai bisa menghancurkan harapan siswa.
Sekolah, yang seharusnya menjadi tempat berkembangnya nilai-nilai integritas dan tanggung jawab, justru sering kali menjadi titik lemah dalam rantai ini.
Seorang operator data yang terburu-buru atau kurang cermat dalam memasukkan informasi bisa menyebabkan kegagalan besar bagi ratusan siswa yang bergantung pada akurasi tersebut.
Di Banten, misalnya, kesalahan dalam pengisian data mengancam masa depan ratusan siswa, termasuk mereka yang telah meraih prestasi gemilang di tingkat provinsi. Ini bukan kasus tunggal, data menunjukkan bahwa di Banten saja, ratusan sekolah mengalami masalah serupa. Belum di provinsi lain.
Berdasarkan data PDSS 2025, di wilayah Banten saja tercatat 161 SMA yang belum mengisi PDSS, 41 SMA yang tidak selesai mengisi PDSS, dan 412 SMA yang telah mengisi namun mengirimkan data yang keliru, salah satunya melalui WhatsApp yang dikirim oleh seorang kepala sekolah. Kini, ratusan siswa terancam kehilangan kesempatan mereka untuk bisa mengikuti SNBP.
Fenomena ini menunjukkan bahwa masalahnya tidak hanya terletak pada individu yang bertanggung jawab meng-input data, tetapi bisa jadi pada sistem yang belum mampu menjamin akurasi dan akuntabilitas.
Mengapa sekolah tidak memiliki mekanisme pengawasan yang lebih ketat dalam proses ini? Mengapa tidak ada pelatihan rutin bagi para operator untuk memastikan mereka memahami pentingnya tugas ini?
Pertanyaan-pertanyaan ini menuntut jawaban yang lebih dari sekadar permintaan maaf atau janji perbaikan.
Di sisi lain, pemerintah dan Kementerian Pendidikan memiliki peran penting dalam memastikan sistem ini berjalan dengan baik.
Evaluasi menyeluruh terhadap proses administrasi, termasuk PDSS, harus menjadi prioritas. Mengandalkan sistem manual dalam era digital seperti sekarang membuka celah besar untuk kesalahan manusia.
Maka, otomatisasi proses dengan sistem yang lebih andal dan mudah diawasi bisa menjadi salah satu solusi.
Saluran pengaduan
Pemerintah juga perlu menyediakan saluran pengaduan yang efektif bagi siswa dan orang tua yang merasa dirugikan, lengkap dengan prosedur untuk menindaklanjuti setiap laporan secara transparan.
Namun, tanggung jawab ini tidak hanya berhenti di level pemerintah atau sekolah. Orang tua dan siswa juga memiliki peran penting untuk aktif memantau dan memastikan bahwa data mereka telah di-input dengan benar.
Pendidikan tentang pentingnya akurasi data dan bagaimana cara memverifikasi informasi di PDSS harus menjadi bagian dari proses sosialisasi SNBP.
Dengan demikian, siswa dan orang tua tidak hanya menjadi penerima kebijakan, tetapi juga pengawas aktif dalam memastikan integritas sistem.
Semua juga perlu memikirkan bagaimana membangun budaya tanggung jawab di lingkungan sekolah. Sekolah harus menjadi contoh dalam menunjukkan bahwa setiap tugas, sekecil apa pun, memiliki dampak besar.
Penghargaan terhadap integritas dan ketelitian harus ditanamkan tidak hanya kepada siswa, tetapi juga kepada seluruh staf pendidikan. Ini adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih baik dan lebih adil.
Ketika terjadi kesalahan, penting untuk memiliki mekanisme yang memungkinkan perbaikan cepat sebelum kerugian besar terjadi.
Misalnya, sistem PDSS bisa dirancang dengan fitur verifikasi ganda, di mana data yang di-input harus dikonfirmasi oleh pihak sekolah dan diverifikasi ulang oleh siswa atau orang tua sebelum dikirimkan.
Dengan begitu, potensi kesalahan dapat diminimalisir, dan semua pihak memiliki kesempatan untuk memperbaiki sebelum tenggat waktu.
Selain itu, penting bagi pemerintah untuk memberikan sanksi yang tegas terhadap kelalaian yang terbukti merugikan siswa.
Bukan untuk menghukum semata, tetapi untuk menunjukkan bahwa tanggung jawab dalam pendidikan adalah hal serius.
Sanksi ini bisa berupa pembinaan ulang, pemutakhiran sistem administrasi di sekolah, atau bahkan tindakan hukum jika ditemukan unsur kelalaian berat.
Hal ini akan memperkuat pesan bahwa pendidikan bukan hanya tentang akademik, tetapi juga tentang komitmen terhadap kejujuran dan tanggung jawab.
Namun, di tengah semua tantangan ini, semua tidak boleh lupa bahwa pendidikan adalah tentang harapan. Setiap siswa yang belajar dan berusaha pantas mendapatkan sistem yang mendukung mereka sepenuhnya.
Perbaikan sistem administrasi bukan hanya soal teknis, tetapi juga tentang memberikan keadilan bagi mereka yang telah bekerja keras.
Dengan upaya bersama dari sekolah, pemerintah, dan masyarakat, harus bisa dipastikan bahwa pendidikan di Indonesia tidak hanya mencetak siswa yang cerdas, tetapi juga generasi yang percaya bahwa usaha mereka akan selalu mendapatkan penghargaan yang setimpal.
Pendidikan adalah fondasi masa depan bangsa. Mari jaga bersama integritasnya, bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan tindakan nyata yang memastikan setiap siswa memiliki kesempatan yang adil untuk meraih impian mereka.
*) Penulis adalah Dosen Ilmu Pemerintahan di Fakultas Hukum dan
Sosial Universitas Mathla’ul Anwar Banten.
Copyright © ANTARA 2025