Tolak Penerbitan Izin Surabaya Waterfront Land, Forum Masyarakat Datangi KKP

Forum Masyarakat Madani Maritim (FM3) ingin mempertanyakan proses keluarnya izin lokasi Surabaya Waterfront Land.

Tolak Penerbitan Izin Surabaya Waterfront Land, Forum Masyarakat Datangi KKP

TEMPO.CO, Jakarta - Forum Masyarakat Madani Maritim (FM3) kembali mendatangi () pada Rabu, 22 Januari 2025, terkait proyek pembangunan (SWL). Sebelumnya, perwakilan FM3 mendatangi Kantor KKP pada Selasa siang.

"Pas hari Selasa itu hingga tiga jam lamanya hanya menanyakan surat permohonan audensi, kami dipingpong ke sana kemari oleh pihak petugas keamanan dan pihak penerima tamu. Maka FM3 hari ini kembali memasukkan surat lagi agar permohonan audensi yang kami inginkan dapat terkabulkan," kata Koordinator Umum Forum Masyarakat Madani Maritim Heroe Budiarto kepada Tempo, Rabu, 22 Januari 2025.

Heroe mengatakan banyak hal yang ingin disampaikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono serta Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Gustaaf Manoppo perihal proyek pembangunan Surabaya Waterfront Land.

Salah satu yang ingin ditanyakan adalah proses keluarnya izin lokasi. "Kami sebagai masyarakat yang terdampak pembangunan ini ingin memperoleh transparansi terhadap prosesnya," kata Heroe.

Heroe sempat melihat langsung ketika KKP melakukan rapat pembahasan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) Surabaya Waterfront Land terkait RTRW Provinsi Jawa Timur yang diselenggarakan pada Senin, 16 Desember 2024, di Grand Swiss Belhotel Surabaya.

Menurut Heroe, penyampaian oleh pihak KKP dengan narasi bersifat tekanan dan ancaman. "Di antaranya menyampaikan bahwa SWL itu adalah proyek yang wajib untuk dilakukan karena masuk dalam PSN. Semua proyek yang masuk dalam PSN, pemerintah provinsi maupun kota harus tunduk terhadap perintah pemerintah pusat," kata dia.

Untuk itu, kata Heroe, warga Surabaya, terdiri dari nelayan, petani tambak, pedagang UMKM hasil laut, tokoh masyarakat dan BEM Surabaya datang ke Jakarta untuk menemui DPR, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri ATR/ BPN.

Kedatangan itu, kata dia, bertujuan memprotes keras dikeluarkannya izin reklamasi pembuatan pulau baru seluas 1.084 hektare di Selat Madura yang menjadi wilayah tangkapan ikan masyarakat pesisir timur Kota Surabaya.

"Kami melihat ada pemaksaan pengubahan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) yang tidak sesuai dengan reklamasi dipaksakan harus menyesuaikan terhadap PSN dengan dalih percepatan ekonomi," ujarnya.

Menurut dia, tujuan percepatan ekonomi harus berpihak pada peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat dan pembangunan daerah provinsi dan kota. "Bukan kesejahteraan oligarki," ujarnya.

"Kami mendatangi kembali KKP, KLH, dan ATR BPN untuk menyuarakan aspirasi kami. Agar pemerintah pusat mendengarkan keluhan kami dan kami ditunggu ribuan masyarakat pesisir di Surabaya atas upaya yang kami lakukan di Jakarta," ucapnya.

Terkait keluhan warga, Tempo mencoba meminta tanggapan dari Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Gustaaf Manoppo. Namun, pesan WhatsApp yang dikirimkan belum direspons.