KontraS Sebut Kementerian HAM Hanya Gimik karena Pemerintah Tak Mampu Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

KontraS menilai abainya pemerintah dalam menyelesaikan pelanggaran kasus HAM dipengaruhi misi pemerintahan Presiden Prabowo.

KontraS Sebut Kementerian HAM Hanya Gimik karena Pemerintah Tak Mampu Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan () menilai pembentukan Kementerian HAM sebagai bentuk komitmen semu dari pemerintah dalam pemenuhan dan penyelesaian kasus HAM. "Kementerian HAM ini dibentuk hanya sebatas untuk gimik,” kata Koordinator Badan Pekerja KontraS Dimas Bagus Arya, dalam sesi diseminasi catatan 100 hari kerja pemerintahan Prabowo, di kantor KontraS, Jakarta Pusat, pada Senin, 20 Januari 2025.

Ia menduga eksistensi juga sebagai manifestasi dari kebingungan pemerintah dalam menempuh proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM secara ideal. Dimas menilai tidak terlaksananya penyelesaian kasus HAM berat turut disebabkan oleh nihilnya diskursus itu dalam misi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Ia mengatakan Prabowo memang menempatkan HAM sebagai prioritas pertama, akan tetapi, poin yang disampaikan cenderung bersifat umum. “Sangat general yakni menciptakan ideologi Pancasila demokrasi dan hak asasi manusia, tidak menyampaikan secara eksplisit komitmen penyelesaian pelanggaran HAM,” kata Dimas. 

Alih-alih melakukan penyelesaian, Dimas menyatakan adanya upaya pemutihan terhadap kasus kejahatan HAM terkhusus yang terjadi pada masa Orde Baru dalam 100 hari pemerintahan Prabowo. “Kami melihat ada upaya sistematis untuk menghapus semua upaya-upaya dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM,” tutur dia. 

Salah satunya adalah ketika Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra membuat pernyataan kontroversi bahwa tidak ada kasus pelanggaran HAM berat di Tanah Air dalam beberapa puluh tahun terakhir dan peristiwa kekerasan pada 1998 tidak termasuk kategori pelanggaran HAM berat. Dimas mengatakan, upaya pemutihan kasus pelanggaran HAM juga datang dari usulan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mencabut Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Saran itu disampaikan Plh Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Suryawan Hidayat agar berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. “Ada upaya-upaya penjegalan atau pemutihan,” ujar dia. 

Dimas menuturkan sejatinya penghormatan terhadap nilai HAM setara dengan kualitas demokrasi. Ia pun tidak heran apabila Indonesia mengalami penurunan indeks demokrasi dari tahun sebelumnya. Berdasarkan lembaga survei internasional Freedom House, Indonesia memeroleh 57 poin dari sebelumnya 58 dalam kategori kualitas demokrasi.

“Karena memang dalam tahun 2024 kita bisa melihat sejumlah bentuk-bentuk kecurangan atau bentuk-bentuk pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia,” tuturnya.