Wamendagri: Pergub soal Izin Poligami bagi ASN Bukan Aturan Baru
Wamendagri mengatakan aturan mengenai poligami ASN ini pada dasarnya untuk memberikan kepastian hukum.
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan Peraturan Gubernur Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 mengenai izin bagi aparatur sipil negara () bukanlah aturan yang baru. Bima menyebut pembentukan Pergub ini telah merujuk pada peraturan perundang-undangan yang mengatur hal serupa.
Aturan tersebut, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil dan Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara.
“Kalaupun ada yang baru, sedikit diatur di situ tentang (izin poligami bagi ASN laki-laki) yang istrinya sudah 10 tahun (pernikahan) tidak bisa melahirkan,” kata Bima kepada wartawan di Balai Kota Jakarta pada Senin, 20 Januari 2025.
Bima mengatakan sejatinya aturan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan aturan yang lebih jelas tentang proses-proses perceraian dan pernikahan bagi ASN. Sehingga, menurut Bima, apabila ada pembaruan dalam aturan tersebut, tujuannya bukan sekonyong-konyong untuk memudahkan poligami, melainkan untuk melindungi hak-hak istri dan anak ASN.
“Intinya memperketat. Agar ASN ini nggak gampang kawin-cerai,” kata Bima.
Senada dengan Bima, Penjabat Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi mengatakan Pergub ini bertujuan untuk memperketat aturan mengenai perkawinan dan perceraian bagi ASN di lingkungan pemerintah provinsi (Pemprov) Jakarta. Salah satu bentuk pengetatan aturan baru ini adalah disyaratkannya surat keputusan dari Pengadilan Negeri bagi ASN yang mengajukan poligami.
Menurut Teguh, dengan adanya surat keputusan dari pengadilan dapat meminimalisir adanya paksaan atau tekanan yang dialami oleh istri ASN yang ingin menikah lagi. “Kemudian, terkait izin atasan. Dalam aturan ini tidak semata-mata izin atasan saja, tetapi ASN harus mendapat izin juga dari dewan pertimbangan,” ujarnya.
Pergub ini sebelumnya menuai kritikan dari sejumlah pihak. Salah satunya anggota DPRD Provinsi Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia, Elva Farhi Qolbina. Ia menilai Pergub itu berpotensi memperparah ketidakadilan gender.
Elva mengatakan aturan yang diteken Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi itu tidak menjadi solusi bagi permasalahan rumah tangga ASN. Peraturan itu, menurut dia, terlalu memihak kepada laki-laki.
"Alih-alih memberikan solusi bagi masalah rumah tangga, malah akan menambah masalah baru ketidakadilan gender nantinya,” kata Elva dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 17 Januari 2025.
Menurut Elva, peraturan ini menjadikan perempuan semakin terpinggirkan dan rentan dalam suatu pernikahan. Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jakarta menyoroti persyaratan izin yang bisa diberikan kepada suami-suami yang istrinya dianggap tidak dapat menjalankan kewajibannya, atau mereka yang menderita cacat dan penyakit parah, serta tidak bisa melahirkan anak.
Hammam Izzuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini.