Akhir Hayat Sang Mualaf
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abdul Wahid bin Zaid bersama dengan kawan-kawannya mengadakan perjalanan. Sampailah ketika mereka mesti menumpangi sebuah kapal untuk mengarungi lautan. Tiba-tiba, badai menerjang sehingga kapal tersebut porak-poranda. Ulama...
![Akhir Hayat Sang Mualaf](https://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/sahabat-nabi-yang-meninggal-karena-wabah-penyakit-ilustrasi-_200128173255-883.jpg)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abdul Wahid bin Zaid bersama dengan kawan-kawannya mengadakan perjalanan. Sampailah ketika mereka mesti menumpangi sebuah kapal untuk mengarungi lautan.
Tiba-tiba, badai menerjang sehingga kapal tersebut porak-poranda. Ulama tabiin ini dan sejumlah temannya pun terlempar ke laut dan terapung-apung selama beberapa hari.
Hingga kemudian, mereka terdampar di sebuah pulau. Setelah berjalan cukup lama, Abdul Wahid dan kawan-kawan menemukan sebuah perdesaan. Di sana, mereka mendapati seorang pria sedang bersujud pada sebuah patung.
Abdul Wahid lalu mendekatinya dan meminta bantuan. Setelah dijamu dengan beberapa buah kelapa, ia dan kawan-kawan pun diajak mengobrol.
"Engkau dari mana?" tanya sang tuan rumah.
"Kami dari negeri Arab hendak menempuh perjalanan, tetapi kemudian badai menyambar kapal yang kami tumpangi. Segala puji bagi Allah! Kami selamat dan terdampar di pulau ini," jelas Abdul Wahid.
Si lelaki terheran-heran mendengarnya ketika tamunya itu mengucapkan hamdalah--segala puji bagi Allah. "Siapa Allah itu?" tanyanya.
“Kami menyembah Allah. Tidak ada tuhan selain Dia. Dialah Zat yang memiliki dan menguasai langit dan bumi,” jawab Abdul Wahid.
“Bagaimana engkau yakin akan hal itu?”
Ulama ini menjelaskan, “Allah mengutus seorang rasul kepada kami dengan membawa mukjizat yang jelas. Rasul itulah yang menerangkan kepada kami mengenai hal itu.”
“Lalu, apa yang dilakukan rasul kalian itu?”
Abdul Wahid berkata, “Rasul kami menyampaikan risalah Allah hingga tuntas. Kemudian, ia meninggal dunia. Kini, sang rasul tidak lagi bersama dengan kami.”
“Apakah dia tidak meninggalkan sesuatu kepada kalian?”
“Ada, yaitu kitab petunjuk.”
“Perlihatkan kepadaku kitab itu,” pinta lelaki dari pulau asing ini.
Kemudian, Abdul Wahid memberikan sebuah mushaf Alquran kepadanya. Ia pun membacakan beberapa ayat di hadapannya.
“Luar biasa,” kata lelaki penduduk desa pulau ini, sambil menahan tangisan haru, “sungguh tidak layak Zat yang memiliki firman ini didurhakai.”
Di tempat itu pula, pria tersebut menyatakan keislamannya. Syahadat dibimbing oleh Abdul Wahid.
Berapa hari berlalu. Abdul Wahid dan kawan-kawan akhirnya mempunyai perahu sendiri untuk kembali pulang ke negerinya. Sebelum pergi, mereka berpamitan. Namun, ternyata sang tuan rumah yang kini adalah ingin ikut dengan mereka.
Abdul Wahid dan rekan-rekannya setuju. Maka berangkatlah rombongan ini. Selama pelayaran, ulama tabiin ini mengajarkan ayat-ayat Alquran kepada sang mualaf.
Ketika malam tiba, orang-orang beranjak tidur. Mualaf ini tiba-tiba bertanya kepada Abdul Wahid, “Katakan kepadaku, apakah Zat yang kalian beri tahukan kepadaku itu juga tidur?”
“Allah tidak pernah mengantuk. Tidak pula tidur.”
“Kalau begitu,” sahut si mualaf, “tidak pantas rasanya bila seorang hamba tidur nyenyak di hadapan tuannya.”
Segera ia melompat dan mengambil air wudhu. Kemudian, mualaf ini mendirikan shalat malam. Hingga datang waktu subuh, dirinya terus berdoa kepada Allah dengan hati tulus dan air mata haru.
Beberapa waktu berlalu. Sampailah kapal ini ke tujuan. Di Arab, Abdul Wahid meminta kawan-kawannya untuk membantu mualaf tersebut.
“Laki-laki ini adalah orang asing dan baru saja memeluk Islam. Maka sangat pantas bila kita membantunya,” katanya.
Orang-orang pun bersedia mengumpulkan beberapa harta untuk diberikan kepadanya. Sesudah itu, Abdul Wahid menyerahkan bantuan itu kepada mualaf tersebut.
“Apakah ini?”
“Sekadar infak dari kami untukmu,” ucap Abdul Wahid.
“Subhanallah! Selama ini aku hidup di pulau yang dikelilingi lautan, menyembah bukan kepada Allah. Sekalipun demikian, Allah tidak pernah menyia-nyiakanku,” ujar dia.
Loading...