BKSDA Maluku sita tanduk rusa di Pelabuhan Hunimua
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Maluku menyita tanduk rusa dari salah seorang penumpang kapal feri ...
Ambon (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Maluku menyita tanduk rusa dari salah seorang penumpang kapal feri rute Waipirit-Hunimua di Pelabuhan Hunimua.
“Petugas Polisi Kehutanan Pelabuhan Tulehu Ambon telah menyita satu opsetan tanduk rusa dari salah seorang penumpang yang baru tiba di Pelabuhan Hunimua, Liang, Maluku Tengah,” kata Polisi Kehutanan (Polhut) BKSDA Maluku Seto, di Ambon, Selasa.
Ia mengatakan, penyitaan dilakukan berawal pada saat petugas polisi kehutanan melakukan pengamanan dan pengawasan tumbuhan satwa liar (TSL) dari salah seorang penumpang sedang menenteng tanduk rusa dan hendak keluar dari pelabuhan Hunimua Liang.
“Dengan demikian petugas memberikan pemahaman terkait aturan yang berlaku maka dengan sukarela penumpang dapat menyerahkan barang bukti untuk diamankan,” ujarnya.
Ia mengakui setelah Petugas Pos Polisi Kehutanan Pelabuhan Tulehu Ambon mengamankannya, tanduk rusa tersebut langsung dibawa ke kantor Balai KSDA dan diserahkan langsung di bagian perlindungan.
BKSDA Maluku mengimbau masyarakat untuk tidak terlibat dalam aktivitas ilegal yang mengancam kelestarian satwa liar. "Kami mengajak semua pihak untuk bekerja sama dalam melindungi keanekaragaman hayati Maluku, yang merupakan aset penting bagi generasi mendatang," tambah Seto.
Operasi ini menjadi bagian dari upaya berkelanjutan BKSDA Maluku dalam menekan perdagangan satwa liar di wilayah tersebut. Pelabuhan Hunimua, yang menjadi jalur strategis transportasi di Maluku, sering kali dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk menyelundupkan barang ilegal, termasuk bagian tubuh satwa dilindungi.
Pihak BKSDA menegaskan akan terus meningkatkan pengawasan di berbagai titik strategis untuk mencegah tindak kejahatan terhadap satwa liar di Maluku.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bahwa, Barangsiapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta (Pasal 40 ayat (2)).
Baca juga:
Baca juga:
Baca juga:
Pewarta: Winda Herman
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2025