Dokter anak sebut intervensi pada keluarga kunci tangani stunting

Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita Novitria Dwinanda menyebut intervensi pada ...

Dokter anak sebut intervensi pada keluarga kunci tangani stunting

Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita Novitria Dwinanda menyebut intervensi pada keluarga dan lingkungan terdekat anak adalah kunci menangani stunting.

"Penanganan anak dengan risiko stunting adalah dengan intervensi keluarga dan lingkungan terdekat anak, dibarengi dengan peningkatan pemahaman tentang pemantauan pertumbuhan, pemberian nutrisi tepat, dan pemahaman diagnosis stunting," katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat.

Novitria menjelaskan, terdapat berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkan stunting, di antaranya pemahaman orang tua tentang stunting yang rendah sehingga kurang memperhatikan asupan ibu selama kehamilan, serta asupan anak seperti kecukupan ASI dan praktik pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) yang tidak tepat.

Selain itu, juga rendahnya pemantauan tumbuh kembang anak secara rutin karena kesadaran masyarakat dan terbatasnya akses ke fasilitas kesehatan.

"Masih banyak orang tua di Indonesia sulit menerima kenyataan atau malu jika anaknya terdiagnosis stunting dan cenderung menyangkal diagnosis, lalu menolak untuk dirujuk ke rumah sakit agar mendapatkan penanganan komprehensif," ujar dia.

Untuk itu, menurutnya, skrining (pemeriksaan dini) dan sistem rujukan sangat penting dalam mewujudkan Generasi Maju Bebas Stunting (GMBS), sebab skrining menjadi kunci dalam deteksi awal sehingga intervensi dapat dilakukan dengan cepat.

"Skrining efektif mencakup pengukuran tinggi, berat badan, dan penilaian status gizi untuk memastikan anak tumbuh sesuai standar, sehingga deteksi dini memungkinkan penanganan tepat, mengurangi risiko komplikasi, dan memastikan anak mendapatkan perawatan optimal," paparnya.

Baca juga:

Sedangkan rujukan melalui terapi stunting, menurutnya, dapat memastikan anak menerima intervensi yang tepat seperti suplementasi gizi, perubahan pola makan, dan pemantauan intensif.

"Melalui rujukan yang tepat, anak dapat mengakses sumber daya yang diperlukan untuk memperbaiki status gizi dan mencegah dampak jangka panjang stunting," tuturnya

Ia juga mengemukakan pentingnya keterlibatan berbagai pihak dalam proses penurunan stunting, mulai dari tenaga kesehatan hingga keluarga, yang akan sangat berkontribusi pada upaya mewujudkan Generasi Maju Bebas Stunting.

Menurut hasil Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023 yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,5 persen. Angka tersebut hanya mengalami penurunan 0,1 persen dari tahun sebelumnya, yaitu 21,6 persen pada tahun 2022.

Penurunan itu masih jauh dari target yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yaitu 14 persen pada tahun 2024.

Untuk itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) melakukan penyesuaian target penurunan stunting menjadi 18,8 persen di tahun 2025, dan diharapkan pada akhir masa RPJMN 2025-2029 dapat mencapai 14,2 persen.

Baca juga:

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025