DPR Usul Tes Psikologi Berkala dan Evaluasi Penggunaan Senjata Api untuk Anggota Polri
Polri mendapat usulan untuk tes psikologi berkala polisi berpangkat rendah dan evaluasi kebijakan penggunaan senjata api oleh anggota DPR.
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi III DPR, Hasbiallah Ilyas, mengusulkan pengadaan tes psikologi secara berkala terhadap personel instansi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai upaya untuk menekan kasus penembakan oleh aparat penegak hukum yang marak terjadi belakangan ini. Hal tersebut merespons deretan kasus penyalahgunaan oleh para polisi terhadap masyarakat maupun sesama personel.
Tes Psikologi Berkala dan Evaluasi Penggunaan Senjata Api
Hasbiallah ingin mendapatkan evaluasi terhadap kinerja mereka dan melakukan tes psikologi secara berkala. “Harus dievaluasi dan dites psikolog periodik,” ujar Hasbiallah saat dihubungi, pada Jumat, 17 Januari 2025.
Hasbiallah mengungkapkan bahwa tes psikologi ditujukan kepada jajaran aparat penegak hukum yang memiliki pangkat rendah, bukan yang berada di tingkat menengah. “Ini kan bermasalah yang di lapisan bawah,” ucap Hasbiallah.
Selain mengusulkan agar personel penegak hukum mengikuti tes psikologi secara periodik, Hasbiallah turut meminta adanya evaluasi terhadap peraturan penggunaan senjata api.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut menilai bahwa peredaran senjata api juga diperdagangkan bebas di masyarakat. Hal tersebut membuat penyalahgunaan senjata api semakin marak terjadi. “Dalam artian merapikan di semua lini, bukan hanya di aparat, di masyarakat juga,” kata Hasbiallah.
Anggota Komisi III Muhammad Nasir Djamil juga mengamati penggunaan senjata api di kalangan aparat penegak hukum kian meresahkan. Nasir mengatakan perlunya konsistensi monitoring dan evaluasi oleh unit yang bertanggung jawab.
“Tentu saja monev tersebut melibatkan lintas disiplin ilmu dan praktisi,” ujar Nasir selaku politikus PKS, pada Sabtu, 18 Januari 2025.
Nasir mengungkapkan komisi yang membidangi unsur penegak hukum tersebut akan bertanya kepada instansi Polri terkait evaluasi dan revisi terhadap peraturan penggunaan senjata api. Penyalahgunaan senjata api untuk menyerang pihak lain tanpa adanya prosedur operasional standar (SOP) menimbulkan sentimen negatif di masyarakat.
“Sebab dampak penyalahgunaan senjata api telah menimbulkan sentimen negatif terhadap institusi Polri,” ungkap Nasir.
Peningkatan Kasus Kekerasan oleh Polisi
Sentimen negatif dari masyarakat muncul sebagai respon wajar atas terjadinya kasus penyalahgunaan kekuasaan yang terulang terjadi. Menurut Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), sudah ada 135 kasus kekerasan oleh polisi yang tercatat terjadi dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Kultur kekerasan di dalam tubuh Kepolisian, bahkan TNI, justru terlihat semakin mendarah daging,” terang Koordinator Badan Pekerja KontraS Dimas Bagus Arya saat diminta keterangan resmi pada Senin, 20 Januari 2025.
Dimas menilai pemerintah gagal membenahi dan mengubah proses penegakan hukum yang ada di Indonesia. Aparat penegak hukum yang seharusnya memberi perlindungan malah memberikan ancaman terhadap masyarakat.
Salah satu kasus kekerasan melalui penyalahgunaan senjata api yang dilakukan salah seorang personel kepolisian di Semarang menjadi bukti bahwa instansi tersebut sudah seharusnya mendapat evaluasi besar-besaran sejak lama terhadap banyaknya kasus penembakan yang dilakukan oleh personel instansi Polri. Kasus Gamma Rizkynata Oktafandy yang ditembak anggota Polres Semarang bernama Aipda Robig Zanudin membuat masyarakat mempertanyakan kredibilitas Polri.
Dalam perkembangan kasus Gamma tersebut, Dimas mempertanyakan akuntabilitas dan transparansi kepolisian dalam menangani kasus yang dialami siswa SMK Semarang tersebut. Penindakan pelaku kasus oleh pihak kepolisian dilakukan secara lambat, termasuk juga pemenuhan pemulihan kepada keluarga korban.
Lambatnya penanganan kasus penembakan oleh personel Polri belum menunjukkan keseriusan dalam memperbaiki penegakan hukum. Hal tersebut menjadi celah untuk melanggengkan impunitas dalam badan Polri yang dapat semakin memperbanyak kasus penyalahgunaan senjata api serupa di masa depan.
Alfitria Nefi P berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: