Husnudzon Soal Efisiensi Anggaran, BI: Bisa Jadi Meningkatkan Produktivitas
REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH – Bank Indonesia (BI) menyampaikan respons mengenai kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah. Meski diakui efisiensi tidak sesuai dengan rencana awal, BI menilai kebijakan itu bisa...
REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH – Bank Indonesia (BI) menyampaikan respons mengenai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Meski diakui efisiensi tidak sesuai dengan rencana awal, BI menilai kebijakan itu bisa jadi berpotensi meningkatkan efisiensi.
“Tentu yang pasti akan mempunyai dampak, tinggal nanti dihitung dalam net-nya seperti apa. Otomatis produksinya nanti PDB-nya akan meningkat,” kata Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP) BI Nugroho Joko Prastowo dalam acara pelatihan wartawan BI di Banda Aceh, Jumat (7/2/2025).
Joko tidak memandang kebijakan efisiensi anggaran tersebut akan memberi dampak negatif bagi kondisi pertumbuhan ke depan. Ia justru menilai bahwa kebijakan itu bisa berdampak positif pada produktivitas.
“Istilahnya diefisiensikan tidak sesuai dengan rencana awal, tapi realokasi itu bisa jadi nanti dapat meningkatkan produktivitasnya, demand-nya,” ungkapnya.
Joko mengatakan di bidangnya yakni makroprudensial, tidak menghitung soal dampak kebijakan efisiensi anggaran pemerintah. Tapi secara pasti aka nada dampak bagi pertumbuhan yang kemudian memberi pengaruh pada kredit. Pembahasan itu menurutnya dibahas di bidang makro.
“Kalau kemudian ibaratnya ada peluang, kita tingkatkan lagi nanti di makroprudensial untuk KLM-nya (kebijakan likuiditas makroprudensial), ya kita bisa sama-sama, cita-citanya kan mendorong pertumbuhan kredit agar ekonomi tetap tumbuh,” jelasnya.
Joko menekankan bahwa BI akan turut berkontribusi dalam upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi yang positif. Diharapkan angka pertumbuhan ekonomi masih berkisar di 5 persen.
“Kalau sekarang di 2024 kan realisasi 5,03 persen. Kita harus dorong supaya lebih tinggi dari itu kita bisa mempertahankan di atas 5 persen, termasuk nanti support dari kebijakan makroprudensial yang secara bertahap kita review,” tuturnya.
Diketahui, Pemerintah Indonesia telah mengumumkan kebijakan efisiensi anggaran dengan memangkas belanja negara hingga Rp 306,69 triliun atau sekitar 8,4 persen dari total 2025. Namun, di saat yang sama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto justru memperluas struktur kabinet dengan menambah jumlah kementerian dari 34 menjadi 48 dan menggandakan posisi wakil menteri dari 18 menjadi 55.
Kebijakan ini menuai kritik karena dianggap bertolak belakang. Di satu sisi, pemerintah mengklaim efisiensi anggaran dilakukan demi stabilitas fiskal. Namun, di sisi lain, pelebaran kabinet berpotensi meningkatkan beban anggaran negara.