Kata Gerindra Soal Revisi Tatib DPR Bisa Evaluasi Pejabat Hasil Uji Kelayakan
Politikus Partai Gerindra Maruarar Sirait mengatakan lembaga harus saling menghormati perihal revisi Tata Tertib DPR. Ia percaya DPR punya pertimbangan yang matang.
TEMPO.CO, Jakarta –
Politikus Partai Maruar Sirait
mengatakan lembaga-lembaga negara harus saling menghormati
perihal revisi terbaru Tata Tertib DPR. Lewat revisi tersebut,
parlemen kini berwenang melakukan evaluasi berkala terhadap
pejabat negara hasil uji kelayakan atau fit and proper
test.
“Kami menghormati bahwa masing-masing institusi memiliki
kewajibannya, tentu kami menghormati apa yang sudah diputuskan.
Jadi, lembaga-lembaga itu harus saling menghormati apa yang
sudah diputuskan,” kata Maruarar, yang akrab disapa Ara, kepada
awak media saat ditemui usai puncak acara hari ulang tahun
(HUT) Gerindra ke-17 di gedung parlemen, Jakarta Pusat, Kamis,
6 Februari 2025.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) itu mengatakan
DPR sudah punya dasar untuk melakukan revisi tersebut. “Tentu
DPR sudah punya dasar ya, pertimbangan secara matang untuk bisa
memutuskan hal tersebut,” ujarnya.
DPR mengesahkan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Tata Tertib dalam rapat paripurna di gedung parlemen, Jakarta
Pusat pada Selasa, 4 Februari 2025. Revisi yang diajukan oleh
Badan Legislasi (Baleg) DPR adalah penambahan Pasal 228A di
antara Pasal 228 dan Pasal 229 di dalam Peraturan DPR RI Nomor
1 Tahun 2020.
Pasal 228A ayat (1) berbunyi, “Dalam rangka meningkatkan fungsi
pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan
komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 227 ayat (2), DPR
dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang
telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.”
Kemudian ayat (2) dari Pasal 228A berbunyi, “Hasil evaluasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat mengikat dan
disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan
DPR RI untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang
berlaku.”
Beberapa pejabat negara yang harus melewati uji kelayakan dan
ditetapkan dalam rapat paripurna di DPR termasuk calon hakim
Mahkamah Konstitusional (MK) dan Mahkamah Agung (MA), calon
pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), calon Panglima
Tentara Nasional Indonesia (TNI), hingga calon Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Revisi tata tertib itu menuai kritik dari berbagai pihak.
Lembaga penelitian SETARA Institute, misalnya, menilai revisi
tersebut bersifat cacat formil dan materiil.
Hendardi, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, mengatakan
langkah DPR kali ini merupakan bentuk intervensi keliru atas
prinsip saling kontrol atau checks and balances dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia. Ia khawatir akan dampak yang mungkin
muncul dari revisi tata tertib ini, yakni DPR pada akhirnya
bisa mencopot pejabat negara lewat evaluasi.
Pasal terbaru dalam Tata Tertib DPR memang tidak menyebutkan
wewenang mencopot jabatan, namun menyatakan hasil evaluasi DPR
bersifat mengikat. “Tentu bisa berujung pada pencopotan, jika
hasil evaluasi itu merekomendasikan pencopotan seorang pejabat
penyelenggara negara,” kata Hendardi dalam keterangan tertulis
pada Rabu, 5 Februari 2025.