Kata Wakil Ketua DPR Soal Siswa Gagal Daftar SNBP karena Sekolah Lalai Finalisasi PPDS
Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal meminta gagalnya siswa mendaftar SNBP karena sekolah lalai finalisasi PPDS dievaluasi agar tak terulang lagi.
![Kata Wakil Ketua DPR Soal Siswa Gagal Daftar SNBP karena Sekolah Lalai Finalisasi PPDS](https://statik.tempo.co/data/2025/01/17/id_1370144/1370144_720.jpg)
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Cucun Ahmad Syamsurijal meminta kasus ratusan calon mahasiswa baru dari berbagai sekolah yang terancam tidak bisa mengikuti Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi atau karena sekolah lalai melakukan finalisasi Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS) dievaluasi agar tidak kembali terulang. “Jangan memupus mimpi anak-anak karena kelalaian pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab mengemban amanat ini. Harus ada evaluasi ke depan,” kata Cucun dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis, 6 Februari 2025, seperti dikutip dari Antara.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyesalkan terjadinya polemik ini, mengingat jumlah sekolah yang lalai melakukan tugasnya terkait data anak-anak yang berhak mengikuti SNBP cukup banyak. Menurut dia, polemik ini cukup serius karena berkaitan dengan masa depan generasi penerus bangsa, terutama karena SNBP adalah kesempatan bagi siswa berprestasi masuk PTN tanpa melalui tes.
“Anak-anak ini punya mimpi untuk masa depan mereka, tapi jadi korban karena kelalaian pihak sekolah. Jadi ini bukan hanya soal masalah administrasi, tapi terbuangnya satu kesempatan bagi anak-anak berprestasi meraih cita-cita mereka,” ujarnya.
Legislator asal Daerah Pemilihan Jawa Barat II (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat) itu lantas menyinggung dalih beberapa pihak sekolah yang gagal melakukan finalisasi karena kesulitan melakukan penginputan akibat sejumlah alasan, seperti kendala infrastruktur hingga jaringan.
“Saya pikir semua sekolah pasti punya tantangan masing-masing ya. Bahkan berdasarkan keterangan panitia SNBP, ada sekolah yang kualitas infrastruktur jaringan lebih parah tapi berhasil menyelesaikan tugasnya sebelum tenggat waktu berakhir,” tuturnya.
Meski demikian, dia mengapresiasi upaya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dalam membantu sekolah-sekolah yang belum berhasil mengunggah PDSS melalui berbagai layanan, serta berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) yang mengurus soal pendaftaran SNBP. “Karena ini menyangkut nasib anak-anak berprestasi kita yang merupakan calon-calon pemimpin bangsa ke depan, jangan abaikan mereka karena kelalaian pihak lain,” kata dia.
Dia juga mendukung keputusan Kemendiktisaintek yang memberikan waktu lagi bagi pihak sekolah untuk mengakses PDSS sehingga semua siswi berprestasi dapat mendaftar SNBP 2025. “Karena anak-anak ini tidak salah tapi justru jadi korban, jangan mereka yang ikut terkena sanksi akibat kelalaian guru atau pihak sekolah. Jadi kalau mau ada tindakan tegas ya dilakukan kepada pihak-pihak yang gagal menginput data, bukan ke siswa,” tuturnya.
Cucun menilai harus ada upaya tambahan yang dilakukan pihak sekolah sebagai bentuk tanggung jawab atas kelalaian yang menyebabkan siswa berprestasi terancam tak bisa mengikuti SNBP akibat gagal memfinalisasi PDSS.
Dia menekankan hal ini harus menjadi catatan penting agar tahun depan sekolah bisa bersiap lebih lagi untuk memastikan siswa-siswa bisa mendapatkan kesempatan masuk ke PTN karena prestasi yang dimiliki.
Cucun berharap polemik ini menjadi sebuah pembelajaran bagi semua pihak, termasuk adanya tim khusus dari kementerian dan dinas pendidikan yang mengawasi sekolah-sekolah dalam proses pendaftaran siswa untuk berkuliah melalui jalur prestasi. “Termasuk agar sistem pendaftaran semakin dipermudah, misalnya dengan metode automatically yang bisa mengambil data siswa secara lebih cepat. Jadi bisa mengurangi missed atau kendala teknis di lapangan,” kata dia.
Komisi X DPR: Tak Bisa Salahkan Pemerintah
Adapun Wakil Ketua Komisi X DPR Maria Yohana Esti Wijayati mengatakan insiden itu bukan salah pemerintah pusat, dalam hal ini Kemendiktisaintek. “Tidak bisa menyalahkan pemerintah pusat bahwa ada keteledoran yang kami belum tahu karena apa," kata Maria di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis.
Maria mengatakan pemerintah sudah memberikan kesempatan kepada ratusan sekolah memperpanjang proses finalisasi PDSS sebagai syarat pendaftaran siswa memenuhi syarat (eligible) pada SNBP. Pemerintah juga telah mengingatkan kepada sekolah yang belum merampungkan proses persyaratan itu sebelum ditutup.
Legislator dari Fraksi PDIP itu mengatakan kasus tersebut menjadi evaluasi tersendiri di komisinya. Dia mengungkapkan masih mengusahakan agar pemerintah memberi kesempatan lagi kepada sekolah-sekolah yang belum memfinalisasi PDSS. “Kalau masih memungkinkan sebenarnya ayo dong buka lagi,” ujarnya.
Namun, Maria menilai harapan para pelajar untuk melanjutkan pendidikan tinggi belum benar-benar tertutup imbas kejadian ini. Para pelajar terdampak itu bisa mencoba mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru dengan jalur lain.
Teranyar, Panitia Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) mengumumkan kesempatan finalisasi PDSS diperpanjang hingga Jumat, 7 Februari 2025. Perpanjangan ini ditujukan kepada sekolah yang lalai dalam melakukan finalisasi hingga batas akhir pada 31 Januari 2025 sebagai syarat pendaftaran siswa eligible pada SNBP.
Berdasarkan data terbaru yang dipaparkan, hingga 6 Februari 2025, pukul 13.00 WIB, 297 dari total 373 sekolah telah difasilitasi dan memberikan kesempatan kepada 9.438 siswa untuk mengikuti SNBP.
Panitia SNPMB memberikan kesempatan kepada 76 sekolah lainnya yang memenuhi kriteria tersebut untuk mengirimkan dokumen ke e-mail , paling lambat pada 7 Februari 2025, pukul 15.00 WIB.
“Bagi sekolah yang tidak memenuhi kriteria, Panitia SNPMB tidak dapat mengakomodasi finalisasi pengisian PDSS dengan mempertimbangkan faktor akuntabilitas, keberadilan, integritas, serta menghargai sekolah yang telah tertib dan berdisiplin dalam pengisian PDSS,” kata Ketua Umum Tim Penanggung Jawab Panitia SNPMB 2025 Eduart Wolok, Kamis.
Novali Panji Nugroho, Hanin Marwah, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: