Mendikdasmen Komitmen Tingkatkan Budaya Membaca dan Kemampuan Literasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Abdul Mu’ti menyatakan komitmennya untuk terus meningkatkan budaya membaca dan meningkatkan kemampuan literasi sebagai bagian dari membangun peradaban bangsa. Menurutnya, membangun...

Mendikdasmen Komitmen Tingkatkan Budaya Membaca dan Kemampuan Literasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Abdul Mu’ti menyatakan komitmennya untuk terus meningkatkan budaya dan meningkatkan kemampuan literasi sebagai bagian dari membangun peradaban bangsa.

Menurutnya, membangun budaya baca dan kecakapan literasi menjadi program prioritas pihaknya dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas).

"Banyak data yang menjadi acuan mengapa tema ini menjadi begitu penting, terutama dikaitkan dengan kemampuan literasi dan numerasi bangsa Indonesia dilihat dari skor PISA dan bagaimana budaya membaca di Tanah Air," jelasnya dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Perpustakaan Tahun 2025 pada Rabu (5/2/2025). Rakornas mengusung tema “Sinergi Membangun Budaya Baca dan Kecakapan Literasi untuk Negeri”.

Menteri Dikdasmen menambahkan, ada beberapa hal yang menjadi bagian dari arah kebijakan dan gerakan bersama dalam membangun budaya baca dan kecakapan literasi. Pertama, fondasi dari peradaban bangsa adalah membaca. Dia menjelaskan, dari sudut pandang agama sebagai seorang Muslim, membaca merupakan wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad.

Selain itu, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menyatakan salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Menurutnya, bangsa cerdas adalah bangsa yang memiliki kemampuan dan kebiasaan, serta budaya membaca.

"Literasi bukan sekadar melek aksara, tetapi kemampuan memahami yang kita baca, kemudian kemampuan menelaah berbagai hal sebagai bagian dari proses literasi yang terbuka," tuturnya.

Karena itu, kata dia, budaya baca perlu didukung oleh hal kedua yakni ketersediaan bahan bacaan (avalibility of reading materials). "Tradisi membaca secara implisit menegaskan pentingnya tradisi menulis. Sehingga antara membaca dan menulis adalah dua aktivitas yang tidak dapat dipisahkan," ungkapnya.

Ditambahkan bahwa bahan bacaan tersedia apabila ada yang menulis. Namun, tulisan yang dihasilkan harus memiliki makna penting, tulisan yang mencerahkan, tulisan yang menggerakkan, dan tulisan yang menginspirasi pembacanya untuk menjadi lebih baik.

"Bacaan bermutu juga menjadi penting agar minat baca tumbuh dan budaya membaca terus berkembang di masyarakat. Gerakan ini perlu didukung dengan sinergi yang melibatkan seluruh masyarakat," katanya.

Untuk bersinergi, Menteri Dikdasmen menyebut, pihaknya menggunakan pendekatan Partisipasi Semesta. Di sini, pihaknya bekerja sama dan membangun kemitraan strategis dengan berbagai unsur. “Seberapa pun dana yang kita miliki, tidak akan pernah cukup kalau bekerja sendiri dan tidak bersinergi dengan masyarakat," ujarnya.

Dia menambahkan, reading competency atau kemampuan membaca masyarakat masih harus ditingkatkan. Angka melek huruf masyarakat Indonesia hampir mencapai 100 persen. Namun sayangnya, kemampuan memahami teks masih harus ditingkatkan.

"Dan ini tentu saja membutuhkan adanya sinergi antara dan lembaga pendidikan, lembaga masyarakat, pegiat literasi, agar itu ditingkatkan. Perlu ada pelatihan dan upgrading kemampuan agar masyarakat dapat membaca dengan sebaik-baiknya," urainya.

Upaya peningkatan kemampuan memahami bacaan masih menghadapi tantangan, terutama munculnya gejala scroll society. Masyarakat, jelasnya, lebih banyak membaca dari gawai dan membaca judul artikel, kemudian scroll gawai. Terkadang, pembaca membuat kesimpulan dari judul tanpa membaca isinya.

"Karena itu bersinergi dengan berbagai kelompok masyarakat dan penyediaan bahan bacaaan dalam berbagai bentuk, tidak hanya cetak, tapi juga bahan bacaan elektronik dan digital, ini juga menjadi bagian dari upaya supaya bahan bacaan reachable," urainya.

Terakhir, pihaknya mengucapkan terima kasih kepada Perpusnas yang telah berkomitmen membangun budaya baca. Menurutnya, profesi yang bergerak di bidang perpustakaan atau pustakawan, berperan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Pustakawan mungkin profesi yang tidak menarik bagi banyak orang dan tidak banyak menjanjikan secara ekonomi. Tetapi kita harus bangga karena itu sumbangan kita untuk memajukan bangsa ini," ucapnya.

Dia menceritakan pengalaman kala menempuh pendidikan di luar negeri, betapa pustakawan memanjakan para mahasiswa. "Bahkan ketika bukunya tidak ada di situ, adanya di kampus lain, sampai dipesankan bukunya dengan biaya dari perpustakaan," urainya.

Terkait naskah kuno, masih ada naskah hasil karya anak bangsa di luar negeri yang belum dimiliki negara. Padahal hal ini merupakan warisan budaya yang menginspirasi generasi bangsa. Dia berharap Perpusnas dapat mengambil bagian dalam upaya penyelamatan peradaban, bahkan membangun peradaban. Hal ini memang tidak mudah, tapi harus dilakukan di tengah berbagai tantangan.

"Ketika di Iran, ada perpustakaan yang sangat rahasia, yang masuk hanya VIP, orang yang sudah dinyatakan boleh masuk. Dan di situ ada satu ruangan yang khusus untuk perpustakaan, yang disebut rumah sakit buku. Dalam konteks itu, kita melihat bahwa Iran adalah negara yang memiliki tradisi literasi sangat kuat, tradisi literasi yang sebagiannya dibangun dengan spirit agar karya terselamatkan dan tetap berkontribusi dalam membangun peradaban," katanya.

Rakornas Bidang Perpustakaan merupakan upaya untuk melaksanakan konsolidasi dan koordinasi antarpemangku kepentingan di bidang perpustakaan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang terdapat dalam Rencana Strategis Perpusnas serta mendukung proses perencanaan partisipatif yang melibatkan seluruh jajaran pemangku kepentingan di bidang perpustakaan, dengan mekanisme bottom up dan topdown planning.

Diselenggarakan dengan tujuan yakni merumuskan dan menyusun strategi yang terintegrasi di antara berbagai pemangku kepentingan (pemerintah, lembaga pendidikan, komunitas, sektor swasta, dan masyarakat) dalam meningkatkan literasi, meningkatkan koordinasi di antara berbagai lembaga, kementerian, dan organisasi yang terlibat dalam program literasi, serta memperkuat kemitraan di antara sektor publik, swasta, masyarakat sipil, dan komunitas lokal dalam membangun literasi.