PBB Ajak Negara-Negara Perkuat Target Iklim
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Perserikatan Bangsa-Bangsa meyakini banyak masih berkomitmen pada rencana perubahan iklim mereka dan berupaya memimpin transisi energi bersih. Sekretaris Eksekutif Konvensi Kerangka Kerja pada Perubahan Iklim PBB (UNFCCC)...
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Perserikatan Bangsa-Bangsa meyakini banyak masih berkomitmen pada rencana mereka dan berupaya memimpin transisi energi bersih. Sekretaris Eksekutif Konvensi Kerangka Kerja pada Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) Simo Stiell mendorong negara-negara memperkuat rencana iklim mereka tahun ini setelah AS keluar dari Perjanjian Iklim.
"Satu negara mungkin mundur, tapi yang sudah melangkah dapat mengambil peluang dan meraup hadiah besar: pertumbuhan ekonomi yang kuat, lebih banyak lapangan kerja, polusi berkurang dan biaya kesehatan yang lebih rendah, serta ketahanan energi yang lebih kuat dan terjangkau," kata Stiell di Brasilia, Brasil, Kamis (6/2/2025).
Saat ditanya negara mana saja yang sudah melangkah, Stiell mengatakan hal itu akan diketahui pada akhir tahun ini, saat negara-negara menyerahkan target dan rencana pemangkasan emisi yang ditetapkan sendiri (NDC).
"Seruannya adalah ambisi lebih besar, agar rencana-rencana ini mencakup seluruh ekonomi, ini akan menjadi rencana iklim yang paling komprehensif yang pernah dikembangkan, generasi ketiga NDC. Kami akan dapat memberikan komentar yang lebih baik saat kami merangkumnya menjelang akhir tahun", katanya.
Ia menambahkan sebagian besar pasar, kawasan dan negara sudah melangkah lebih jauh dalam melaksanakan rencana-rencana iklim mereka terlepas retorika apa pun dari negara yang ingin mundur. Stiell mencontohkan Cina, Brasil, dan India yang sudah mulai mengurangi emisi mereka.
Stiell mengatakan 10 tahun sejak diadopsi, dunia semakin terpecah belah. Akan tetapi, proses negosiasi iklim berhasil membalikkan tren tersebut. Sejumlah pemerintah kehilangan dukungan politik untuk kebijakan-kebijakan iklim mereka. Kandidat-kandidat dari Partai Hijau di Eropa kehilangan dukungan, dan AS memilih yang menentang agenda pemerintahan mantan Presiden AS Joe Biden yang berpusat pada iklim.
Namun, Stiell mengatakan dunia sudah memobilisasi sekitar 2 triliun dolar AS pendanaan iklim, dana untuk membantu negara-negara pendapatan rendah mengurangi emisi dan beradaptasi dengan perubahan iklim.
Ia mendesak negara-negara untuk meningkatkan yang mereka sepakati dalam Pertemuan Perubahan Iklim PBB (COP29) di Azerbaijan tahun lalu. Dalam COP29, negara-engara sepakat menggelontorkan 300 miliar dolar AS setiap tahun untuk pendanaan iklim pada tahun 2035.
Stiell mengatakan Perjanjian Paris menyediakan semua mekanisme untuk mendorong negara-negara memangkas emisinya. "Pada akhirnya, negara-negara yang menegakkan dan mengelolanya sendiri, dan yang kami lihat adanya kesenjangan antara apa yang perlu dilakukan dan apa yang sedang dilakukan," kata Stiell.
Stiell berharap sebagian besar negara menyerahkan rencana iklim nasional baru berdasarkan perjanjian Paris tahun ini. UNFCCC menetapkan tenggat waktu penyerahan pada 10 Februari, tetapi banyak negara mengatakan mereka akan menyerahkannya akhir tahun ini.
sumber : Reuters