Pemangkasan anggaran: belajar dari pengalaman negara lain

Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang memerintahkan pemangkasan ...

Pemangkasan anggaran: belajar dari pengalaman negara lain

Jakarta (ANTARA) - Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang memerintahkan pemangkasan anggaran belanja negara sebesar Rp306,69 triliun.

Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dan mengalokasikan dana untuk program prioritas, seperti program makan siang gratis bagi lebih dari 82 juta siswa dan ibu hamil. Namun, kebijakan ini menimbulkan perdebatan mengenai dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pemangkasan anggaran yang dilakukan yang terdiri atas efisiensi anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp256,1 triliun, dan efisiensi anggaran transfer ke daerah Rp50,5 triliun.

Penghematan ini difokuskan pada pengurangan biaya perjalanan dinas, pengadaan alat tulis kantor, dan penggunaan pendingin ruangan. Selain itu, beberapa kementerian mengalami pemotongan anggaran signifikan, seperti Kementerian Pekerjaan Umum yang dipangkas hingga 70 persen dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebesar 52 persen.

Kebijakan pemangkasan anggaran ini sendiri bertujuan untuk menghilangkan pemborosan dalam pengeluaran pemerintah, seperti pentingnya mengurangi pengeluaran yang tidak perlu, perjalanan dinas yang berlebihan dan acara seremonial yang tidak produktif.

Selanjutnya penghematan ini juga ditargetkan untuk mendukung alokasi dana untuk program prioritas, seperti makan siang gratis bagi siswa dan ibu hamil, serta peningkatan infrastruktur dan penciptaan lapangan kerja.

Dampak terhadap pertumbuhan ekonomi

Pemangkasan anggaran sebesar ini memiliki potensi dampak positif dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dampak positif kebijakan ini berupa pengurangan pemborosan dan peningkatan kepercayaan investor.

Dengan mengurangi pengeluaran yang tidak efisien, pemerintah dapat mengalokasikan dana untuk program yang memiliki dampak langsung pada kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi.

Langkah efisiensi ini dapat meningkatkan persepsi positif investor terhadap komitmen pemerintah dalam pengelolaan fiskal yang bijaksana.

Sementara dampak negatif pemangkasan anggaran adalah berupa penurunan aktivitas ekonomi dan pengurangan layanan publik.

Pemotongan anggaran pada kementerian dan lembaga dapat mengurangi belanja pemerintah, yang merupakan salah satu komponen penting dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Ekonom Bhima Yudhistira memperkirakan bahwa efisiensi anggaran dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun hingga 4,7 persen pada 2025.

Di samping itu pemotongan anggaran pada sektor-sektor penting, seperti Kementerian Pekerjaan Umum, dapat mempengaruhi pemeliharaan infrastruktur dan layanan publik lainnya, yang pada gilirannya dapat berdampak negatif pada aktivitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Ekonom Jahen Rezki mengkritik besarnya pemotongan anggaran dan menyarankan agar fokus tetap pada optimalisasi layanan publik. Ia menekankan bahwa meskipun penghematan dapat membiayai program kunci dan merangsang pertumbuhan ekonomi, pemotongan yang berlebihan dapat mengganggu layanan publik dan menghambat kinerja ekonomi.

Bhima Yudhistira menyoroti bahwa pada 2024, belanja pemerintah masih terbantu oleh pemilu dan pilkada serentak, sehingga kontribusinya terhadap PDB mencapai sekitar 7,7 persen dengan pertumbuhan lebih dari 6 persen.

Namun, pada 2025, dengan adanya efisiensi anggaran di tingkat pusat dan daerah, porsi belanja pemerintah terhadap PDB diprediksi turun menjadi 5 persen, bahkan pertumbuhannya berpotensi negatif.

Pembelajaran dari negara lain

Banyak negara telah berhasil memangkas anggaran pemerintah dan meningkatkan efisiensi birokrasi tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi atau layanan publik. Beberapa contoh terbaik adalah yang dilakukan oleh Swedia, Jerman dan Argentina.

Swedia melakukan reformasi anggaran dan efisiensi birokrasi pemerintah dengan mengadopsi kerangka fiskal ketat, termasuk batas pengeluaran pemerintah yang memastikan defisit anggaran tidak berulang, serta mengambil langkah-langkah mengurangi jumlah pegawai negeri sipil, mendigitalisasi layanan pemerintah, dan menerapkan prinsip Value for Money dalam pengeluaran negara.

Hal ini membuat Swedia menghasilkan output utama mengurangi rasio utang terhadap PDB dari 70 persen menjadi sekitar 35 persen dalam kurun waktu 20 tahun. Pelajaran dari keberhasilan Swedia bagi Indonesia adalah: pemangkasan anggaran harus disertai kerangka fiskal yang disiplin dan berbasis data, serta dukungan digitalisasi layanan dapat mengurangi biaya operasional birokrasi tanpa mengorbankan kualitas layanan publik.

Jerman melakukan Schuldenbremse atau rem utang, dengan mengadopsi Schuldenbremse (Debt Brake) pada tahun 2009 yaitu kebijakan yang membatasi defisit anggaran pemerintah tidak lebih dari 0,35 persen dari PDB.

Selain itu Pemerintah juga memangkas anggaran dengan menutup kementerian yang kurang efektif, meninjau ulang program subsidi, dan memprivatisasi beberapa perusahaan milik negara yang tidak strategis, dan fokus besar diberikan pada otonomi daerah, sehingga layanan birokrasi lebih cepat dan murah.

Pemangkasan tersebut utamanya membuat Jerman tetap memiliki sistem infrastruktur dan pendidikan yang kuat, tetapi dengan biaya yang lebih efisien, dan anggaran pemerintah beberapa tahun terakhir mengalami surplus.

Pelajaran yang dapat diambil bagi Indonesia adalah pemangkasan anggaran tidak hanya soal mengurangi biaya, tetapi juga memastikan pengeluaran yang benar-benar produktif, serta memberikan lebih banyak otonomi kepada daerah bisa meningkatkan efisiensi birokrasi tanpa menambah beban pemerintah pusat.

Pelajaran dari krisis inflasi dan pemotongan anggaran era Javier Milei (2023-2024) di Argentina, yang mengusung kebijakan shock therapy melalui pemotongan besar-besaran terhadap anggaran negara untuk mengatasi hiperinflasi dan defisit fiskal.

Langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintahan Javier meliputi pemotongan anggaran lebih dari 5 persen dari PDB, penghapusan subsidi energi dan transportasi, pengurangan belanja kementerian dan daerah, liberalisasi ekonomi dan deregulasi; dan menghentikan transfer dana ke provinsi.

Hasil yang diperoleh dari kebijakan ini bagi Argentina adalah inflasi turun dari 211 persen pada Desember 2023 menjadi 200 persen pada awal 2024, kemiskinan meningkat dengan 50 persen populasi hidup di bawah garis kemiskinan akibat kenaikan biaya hidup setelah subsidi dicabut, dan pasar keuangan relatif stabil, tetapi daya beli masyarakat merosot drastis.

Pelajaran bagi Indonesia dari kebijakan di Argentina adalah pemangkasan anggaran memang bisa membantu stabilitas fiskal, tetapi harus dilakukan secara bertahap untuk menghindari dampak sosial yang besar, penghapusan subsidi harus disertai dengan kebijakan mitigasi, seperti program bantuan langsung tunai atau stimulus ekonomi bagi sektor yang terkena dampak, dan apabila memangkas belanja birokrasi, harus memastikan ada strategi penciptaan lapangan kerja baru untuk menampung tenaga kerja yang terdampak.

Pemangkasan anggaran sebesar Rp306,69 triliun tahun 2025 oleh Pemerintah Indonesia sesungguhnya memiliki tujuan mulia untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dan mengalokasikan dana untuk program prioritas yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Apabila Indonesia mencermati dan belajar dari pengalaman negara-negara yang telah melakukan langkah yang sama, pemangkasan anggaran Rp306 triliun bisa benar-benar meningkatkan efisiensi birokrasi tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi dan layanan publik.

Tentunya dengan melakukan beberapa langkah yaitu pertama, melakukan pemangkasan anggaran berbasis data dan hasil. Kedua, mengurangi birokrasi yang tidak efisien dan meningkatkan digitalisasi layanan publik.

Ketiga, melakukan optimalkan alokasi anggaran dengan indikator kinerja yang jelas. Keempat, memberikan otonomi lebih kepada daerah dalam pengelolaan anggaran dan layanan publik. Kelima, berperan aktif melakukan kolaborasi dengan sektor swasta untuk mengurangi beban anggaran negara, tanpa kehilangan kontrol terhadap layanan esensial.

*) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi

Copyright © ANTARA 2025