Perang Dagang Trump Bikin IHSG Terguncang, Data Manufaktur Beri Harapan Bangkit

Pasar saham Indonesia tengah terguncang usai Presiden Amerika Serikat Donald Trump memantik perang dagang dengan tiga mitra dagang terbesarnya; Cina, Kanada dan Meksiko. Bagaimana nasib IHSG?

Perang Dagang Trump Bikin IHSG Terguncang, Data Manufaktur Beri Harapan Bangkit

Pasar saham Indonesia tengah terguncang usai Presiden Amerika Serikat Donald Trump memantik perang dagang dengan tiga mitra dagang terbesarnya; Cina, Kanada dan Meksiko. Perang dagang meletup imbas kebijakan tarif impor yang dikeluarkan Trump kurang dari dua pekan setelah dilantik. 

Sejumlah analis mengkhawatirkan, kebijakan terbaru Trump justru dapat memukul ekonomi Amerika Serikat dan global. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turut merasakan dampak kebijakan kontroversial itu. 

Pada penutupan perdagangan Senin (3/2) IHSG ditutup anjlok anjlok 1,43% atau 101,41 poin ke level 6.947. Tak hanya itu, indeks bursa Wall Street di AS pun kompak anjlok pada penutupan perdagangan hari Jumat (31/1) setelah muncul kabar bahwa kebijakan tarif agresif tersebut.

Riset yang dirilis Henan Putihrai Sekuritas menyebutkan anjloknya IHSG pada siang ini tak bisa dilepaskan dari pengumuman Trump pada 1 Februari 2025 mengenai penerapan tarif impor baru. Kebijakan tersebut mencakup tarif 25% untuk produk dari Kanada dan Meksiko serta tarif 10% untuk barang-barang asal Cina, yang mulai diberlakukan pada 4 Februari 2025.  

Selain itu, impor minyak dari Kanada juga dikenakan pajak sebesar 10%, dengan rencana pengenaan tarif tambahan untuk minyak dan gas pada pertengahan Februari 2025. Kebijakan ini menambah kekhawatiran pasar dan menekan pergerakan IHSG.

Eskalasi perang dagang ini berpotensi menekan pasar keuangan global dan domestik. Menguatnya dolar AS dapat memberikan tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia, yang berpotensi mempengaruhi IHSG. 

Selain itu, kenaikan harga komoditas seperti minyak dapat meningkatkan biaya produksi dan transportasi, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi inflasi domestik.

“Investor disarankan untuk memantau perkembangan kebijakan perdagangan internasional dan mempertimbangkan diversifikasi portofolio untuk mengelola risiko yang timbul akibat ketidakpastian pasar,” demikian tertulis tim analis Henan Putihrai Sekuritas dalam risetnya, Senin (3/2).

Hal senada juga diungkapkan oleh Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta. Ia menyebutkan sentimen perang dagang jilid 2 menjadi faktor utama yang menyebabkan anjloknya IHSG hari ini. 

Menurut Nafan, Trump langsung menerapkan kenaikan tarif impor sebesar 25% untuk barang dari Kanada dan Meksiko, serta tambahan tarif 10% untuk barang dari Cina. Nafan menilai, kebijakan ini kemudian dibalas dengan tindakan serupa dari negara-negara terkait yang memperburuk ketegangan perdagangan global dan memberi tekanan besar pada pasar saham, termasuk IHSG.  

Harapan dari Data Manufaktur 

Di sisi lain, Nafan menyebut dari dalam negeri sebenarnya ada kabar positif. Data manufaktur Indonesia per Januari masih menunjukkan ekspansi dengan indeks mencapai 51,9%. Selain itu, inflasi juga berada di bawah batas bawah yang ditetapkan Bank Indonesia, yang seharusnya menjadi sinyal positif bagi ekonomi.  

Ia mengatakan apabila melihat pergerakan IHSG selama periode kepemimpinan Trump, berdasarkan analisis grafik bulanan (monthly chart), pasar cenderung bergerak dalam tren minor atau sideways. Pola ini mirip dengan pola yang terlihat pada perang dagang jilid 1 sebelumnya. Namun, secara harian, pergerakan IHSG lebih fluktuatif dan menunjukkan volatilitas yang cukup tinggi.

“Lantas investor sebaiknya lebih menitik beratkan pada investasi terhadap emiten-emiten yang berfundamental baik dan memiliki prospek yang positif kedepannya,” kata Nafan kepada Katadata.co.id, Senin (3/2). 

Sementara itu, Analis Teknikal BRI Danareksa Sekuritas, Reyhan Pratama, juga mengatakan kebijakan tarif impor yang diterapkan Trump telah mengguncang pasar global. Di Indonesia, IHSG turun sekitar 2%, sementara rupiah juga melemah akibat kekhawatiran terhadap dampak kenaikan tarif dan potensi inflasi. 

 Menghadapi situasi ini, ia merekomendasikan investor untuk lebih berhati-hati, tidak terlalu agresif dalam berinvestasi, serta menunggu momen koreksi pada saham-saham dengan fundamental kuat sebelum mengambil keputusan.

“Jangan lupa perhatikan level support untuk menentukan titik entry-nya,” ujar Reyhan.